Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bangsa yang ingin Terbiasa Amnesia

11 Mei 2011   06:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:51 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan M.D. Atmaja

Judul ini tidak bermaksud menghilangkan berbagai sisi positif yang dimiliki bangsa Indonesia, akantetapi memang “amnesia” itu istilah yang sangat cocok sebagai perwakilan yang cocok atas sebuah bangsa. Bangsa saya sendiri, bernama Indonesia. Kenapa harus dengan amnesia? Apakah benar bangsa ini terlalu sering hilang ingatan seperti yang telah saya tuduhkan?

Amnesia di sini lebih saya maksudkan untuk menitik-beratkan pada keadaan dimana kita, sebagai bangsa terlalu sering mengesampingkan hal-hal pokok yang seharusnya kita abadikan di gudang memori bangsa. Diabadikan untuk kemudian dari sana ketika dibutuhkan, bisa kita membuka kembali lembaran kenangan dan belajar dari sana. Ini sebagai konsep fenomenologi, yang mana ilmu pengetahuan di dapat dari pangalaman, sehingga pengetahuan bangsa adalah pengalaman bangsa itu sendiri. Pengalaman bangsa merupakan perwujudan dari kekayaan bangsa yang tidak dapat diukur, pun diganti dengan subsidi, semisal BBM, Pendidikan, juga kesehatan.

Indonesia adalah negara yang kaya raya, baik dari sisi alam, maupun dari segi manusia itu sendiri. Terlebih pengalaman (keaneragaman pengetahuan, perjuangan, serta kebudayaan) yang jauh lebih berharga ketimbang nilai rupiah yang selama ini kita hitung dalam daftar angka mengenai peningkatan. Daftar angka peningkatan, karena saya menemukan adanya suatu peningkatan itu dalam dataran angka-angka saja.

Karena saya ingin mempermasalahkan soal bangsa yang “amnesia” maka saya menitik-beratkan pada masalah sejarah (pengalaman) bangsa itu sendiri. Amnesia untuk menilik pada sikap, yang semisal saja bisa kita temukan dalam perhelatan pemilu. Di sana kita menemukan banyak selebaran, pidato politik berbau janji akan perjuangan yang akan dilakukan, jikalau si calon terpilih. Terkadang, setelah masa pemilu ini berakhir, pada pembuat janji yang berpidato dengan semangat mengalami kecelakaan besar. Akhirnya, “amnesia” untuk menepati janji.

Keterlupaan bangsa pada sejarah, menjadi hal yang paling memprihatinkan. Banyak aset negara yang berupa peninggalan manusia terdahulu dilupakan, tidak terurus dan menjadi sarang nyamuk. Indonesia dibangun dari sendi-sendi bangsa yang besar, dari Sriwijaya sampai pada Majapahit, menuju Mataram. Akantetapi, keberadaan peninggalan sejarah ini tersudut. Ke pinggir dan untuk dilupakan.

Baru-baru ini, yang permasalahannya masih hangat adalah pokok dari keberadaan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang juga mulai tidak diperhatikan. PDS H.B. Jassin sebagai salah satu warisan budaya, yang mana sebagai dokumen penting dalam perkembangan kesusastraan Indonesia, mulai dari cikal-bakal sampai sekarang. Namun, pemerintah seolah tidak perduli dengan nilai sejarah itu. Lebih senang menjadi amnesia, dan dalam seketika menjadi manusia baru, yang datang tanpa asal-usul. Apa pemerintah ini tidak sadar, kalau gunung berapi yang sebesar itu, juga memiliki asal-susul, tidak sekedar “mak-bedunduk” atau tiba-tiba langsung besar.

Sejarah hadir sebagai asal-usul dari bangsa. Mempertahankan kekayaan sejarah, merupakan sikap bangsa besar karena berusaha untuk menghargai asal-usul. Meskipun, bangsa ini berasal dari lumpur atau darimana saja, tetap harus kita ketahui. Jangan sampai, bangsa Indonesia lebih senang menjadi amnesia, yang kemudian seperti “kacang yang melupakan lanjaran”.

StudioSDS, 11 Mei 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun