[caption id="attachment_306387" align="aligncenter" width="600" caption="gambar: tribunnews.com"][/caption]
Ibu Any Yudhoyono, selain sebagai ibu Negara karena kebetulan beliau istri SBY, publik tidak banyak mengenal atau mengikuti bagaimana sepak terjang beliau. Selama mendampingi SBY yang menjabat sebagai presiden selama 10 tahun terakhir, juga tidak ada hal yang menonjol baik yang positif maupun yang negatif mengenai ibu ini. Jadi, ibu Ani sebenarnya selama ini ada di posisi aman-aman saja.
Semua berubah ketika ibu Ani dan juga SBY mulai ikut global trend; bergabung di social media.
Social media sendiri pada dasarnya adalah sarana yang diciptakan oleh para pendirinya untuk memfasilitasi warga dunia untuk bersosialisasi. Oleh karena itu, media ini dilengkapi dengan berbagai fitur untuk mendukung terjalinnya solialisasi yang intens, meskipun sebatas di dunia maya. Sehinnga setiap pengguna dapat dengan leluasa menunjukkan dan atau mengungkapkan siapa mereka, apa yang mereka alami atau sedang dimana mereka.
Selain fitur cari dan tambah teman, social media dilengkapi dengan fitur chatting, sending message, update status dan upload image atau video.
Bagi mereka yang masih berusia remaja atau muda, fitur-fitur ini menjadi media efektif untuk memaksimalkan pertemanan, karena di dunia nyata mungkin ada hambatan rasa percaya diri. Fitur upload image atau foto juga menjadi ajang murah meriah untuk unjuk diri atau bahasa gaulnya narsis. Bagi mereka yang sudah dewasa, fitur-fitur yang disediakan oleh social media membantu mereka untuk mendukung efektifitas bisnis, networking, memasarkan expertise atau membangun kredibilitas.
Di luar itu, tentu masih banyak lagi fungsi lain dari social media karena setiap anggota diberi kebebasan untuk menggunakannya sesuai selera masing-masing.
Apapun tujuan kita bergabung dalam dunia social media, kita harus menyiapkan diri dan atau membekali diri dengan kesiapan mental dan kedewasaan dalam bertutur kata, meskipun hanya melalui tulisan atau gambar. Persis seperti dalam dunia nyata, ada rambu-rambu yang harus kita ikuti agar kita tidak menjadikan social media sebagai pemicu konflik. Apalagi saat ini sudah ada UU ITE dimana semua orang yang melibatkan diri di dunia social media dan internet diawasi oleh Undang-Undang.
Tetapi kenyataaannya banyak sekali di antara kita yang tidak siap berada di dunia social media. Kita sering menyaksikan bagaimana social media telah berubah menjadi sebuah media untuk menyerang pihak lain, terutama lawan politik. Kita sering melihat social media menjadi pemicu perceraian suami-istri, perkelahian antara warga atau pemicu konflik hukum.
Yang terjadi pada ibu Ani, social media yang seharusnya menjadi ruang bagi beliau untuk bersapa dengan warga dan menyebarkan inspirasi bagi followernya justru sering menjadi pemicu tindakan bullying, kritikan sarkastik atau isu (nggak) penting liputan media.
Bila kita amati mengapa ibu Ani, yang seorang ibu Negara, mudah tersinggung dan sewot terhadap komentar-komentar followernya yang merespon update statusnya adalah karena ibu Ani cenderung memandang dunia social media seperti dunia nyata yang ia jalani selama ini. Beliau tidak menyadari bahwa followernya berasal dari beragam latar belakang, miskin-kaya, berpendidikan dan tidak berpendidikan; yang di dunia nyata sangat mustahil untuk berteman dengan ibu Ani.