[caption id="attachment_307135" align="aligncenter" width="600" caption="gambar: okezone.com"][/caption] Di saat bencana kembali melanda, para pemimpin terutama elit partai politik justru ribut berdebat dan saling menyalahkan. Satu figur yang mendapatkan serangan paling tajam menyangkut bencana ini adalah Jokowi. Padahal faktanya, bencana terjadi bukan hanya di Jakarta, tetapi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pada saat yang sama kita disuguhi pemandangan yang menyedihkan dari pemimpin nasional dan keluarganya serta orang-orang yang berada di lingkarannya. Di saat rakyat menderita dan menjerit kedinginan di tengah bencana, Ani Yudhoyono justru asyik dengan tustel dan Instagram sibuk memajang foto-foto narsis keluarganya. Di saat banyak korban bencana menggapai-gapaikan tangan mereka memohon pertolongan, SBY justru asyik berpesta meluncurkan buku curhatannya "Selalu Ada Pilihan" di Jakarta Convention Center. Di saat suara tangis bayi di Jakarta, Manado, dan Sinabung mulai lirih karena tak tersedia lagi tenaga, SBY justru terbang ke Bali untuk berakhir pekan dan mengurusi partai Demokrat. Setali tiga uang dengan SBY, bukan bantuan atau kata-kata menyejukkan untuk meringankan derita para korban bencana, Amien Rais justru muncul dengan hujatan tajamnya menuntut Jokowi untuk segera meminta maaf kepada rakyat secara terbuka dan mengakui bahwa ia telah gagal menuntaskan problem banjir Jakarta. Sebuah hujatan yang terus diulang-ulang. Sementara tidak satu kritikan pun muncul untuk SBY dan Ani Yudhoyono; tak ada hujatan dilontarkan untuk menteri kordinator kesejahteraan rakyat Hatta Rajasa yang juga bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat, tak ada cacian sedikitpun untuk para politisi yang mengklaim sebagai wakil rakyat tetapi tidak pernah terlihat batang hidung mereka di tengah bencana. Tidak ada suara sedikit pun yang mengusik dimana Boediono, wakil presiden berada, ketika terjadi bencana; karena Amien Rais ingin melihat Jokowi yang menghalangi tokoh favoritnya segera terjerembab dari popularitas dan elektabilitasnya Siang malam Jokowi-Ahok mengurus Jakarta, tak kenal lelah dan tidak ada jam kerja. Problem warisan gubernur sebelumnya yang begitu menumpuk lengkap dengan carut cemarut watak pejabat korup yang masih menguasai birokrasi coba diurai satu per satu. Tetap problem-problem itu terlanjur kronis dan akut. Belum lagi mereka berdua harus direpotkan oleh watak dan mental DPRD yang pemeras yang selalu menuntut upeti untuk penetapan APBD dan proyek pemprov DKI. Bencana bukan hanya terjadi di Jakarta. Ribuan rakyat Manado menangis kehilangan harta benda dan tempat tinggal, ribuan warga tanah Karo terengah-engah berlari menghindari letusan gunung Sinabung dan jutaaan warga Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur menggigil kedinginan bertahan di rumah-rumah mereka yang tergenang banjir. Tetapi mengapa hanya Jokowi yang terus dihujat. Sudah begitu banyak program direncanakan, begitu banyak rencana penanggulangan bencana dianggarkan dan begitu banyak tenaga ahli dilibatkan untuk merumuskan langkah-langkah mengatasi bencana. Tetapi karena kepemimpinan SBY yang lemah dan lamban, semua rencana tersebut terbengkalai nihil eksekusi. Ketika bencana kembali datang, semua orang ribut tentang program penanggulangan bencana; ketika bencana usai, mereka kembali duduk santai sambil menghitung lembaran-lembaran rupiah yang berhasil mereka korupsi dari anggaran bencana. Dan seperti itulah yang terus menerus yang mereka lakukan dan terus berulang sepanjang tahun dan sepanjang masa. Karena bagi mereka para pejabat dan pemegang keukuasaan, bencana teruatama banjir Jakarta sengaja dilestarikan agar mereka terus menerus bisa membuat anggaran untuk proyek penggulangannya; agar mereka terus memiliki isu politis untuk menghujat gubernur yang menjadi lawan politik mereka. Dan terus menerus rakyat yang menjadi korban oleh ulah para pejabat dan politisi yang hidup mengandalkan proyek-proyek bencana. "Sudah, jangan lagi terus-terusan berdebat; lakukan langkah 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya untuk dapat mengatasi penyebab bencana secara tuntas" kata JK dalam sebuah wawancara dengan MetroTV di program Prime Time News malam ini. Indonesia butuh orang-orang seperti JK, Jokowi, Ahok dan sejenisnya untuk benar-benar bisa serius dan fokus membangun bangsa dan mewujudkan kesejateraan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H