Mohon tunggu...
mcDamas
mcDamas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Orang biasa (seperti kebanyakan rakyat Indonesia) yang sok ikut kompasiana meskipun terbata-bata. Bila teman bersedia, klik juga http://kitabiza.com, http://lampungsae.com, http://inacraftmart.comdan http://englishsolutioncenter.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat "Suara Golkar, Suara Rakyat"

27 Desember 2013   23:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:25 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_301657" align="aligncenter" width="580" caption="Atut, Wawan dan Tatu. Gambar: indonesiarayanews.com "][/caption] Terpilihnya Ratu Tatu, adik Ratu Atut, sebagai ketua DPD I Golkar Banten menggantikan Hikmat Tomet yang wafat menegaskan bahwa tagline Golkar “Suara Golkar, Suara Rakyat” adalah basa basi. Ditengah rasa geram sebagian besar rakyat Indonesia, terutama rakyat Banten, menyaksikan Banten dijadikan bancakan dinasti Ratu Atut dengan modus KKNnya, Golkar seperti tutup mata dan telinga. Sebelumnya, ketua DPD I Golkar Banten dijabat oleh Hikmat Tomet, suami Ratu Atut, yang meninggal akibat stroke. Ratu Tatu sendiri yang baru saja terpilih menggantikan Hikmat Tomet adalah adik kandung Atut (Ratu Atut Chosiyah) dan kini menjabat wakil Bupati Serang. Ratu Atut saat ini sedang berurusan dengan KPK karena menjadi tersangka kasus korupsi dan pencucian uang bersama adiknya, Wawan, dan melibatkan mantan ketua MK, Akil Muchtar. Sebagaimana diketahui, dinasti Atut di Banten menguasai posisi-posisi kunci pemerintahan dan menempatkan kroni-kroninya di berbagai bidang strategis baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kekuasan ini disinyalir mereka peroleh dengan cara KKN. Melalui kekuasaan ini pula dinasti Atut mengelola proyek-proyek pembangunan provinsi Banten sehingga hampir tidak ada proyek pembangunan yang tidak digenggam oleh keluarga atau kroni Atut. Penguasaan tersebut bahkan dimulai sejak proses penganggaran di eksekutif dan legislatif; sehingga nilai atau besaran anggaran proyek-proyek tersebut dapat diatur sesuai kemauan mereka. Dari modus inilah uang rakyat Banten dirampok dengan menyisakan tingkat kemiskinan rakyat dan keterbelakangan pembangunan daerah yang serius. Kuatnya kekuasaan dinasti Atut tidak bisa dipisahkan dari peran partai Golkar. Hal ini disebabkan karena ayahnya, almarhum Tubagus Chasan Sochib, yang dikenal sebagai Jawara Banten adalah aktifis dan tokoh utama partai Golkar. Dari peran ayahnya dan Golkar inilah maka Atut sukses meraih tampuk kursi Gubernur Banten. Untuk melengkapi kekuatannya, suami Atut, almarhum Hikmat Tomet, bertugas menguasai partai Golkar Banten, selain menjadi anggota DPR RI dari partai Golkar. Bila kita merunut ke belakang, sesungguhnya Golkar adalah partai "bermasalah" karena partai inilah mesin utama rezim orde baru, sebuah rezim yang dikomandani oleh Soeharto; rezim yang menyuburkan budaya KKN di Indonesia. Rezim ini berhasil ditumbangkan oleh gerakan rakyat tahun 1998 dengan gerakan reformasi; sebuah gerakan yang digelorakan oleh mahasiswa untuk melawan rezim korup. Anehnya Golkar yang pada awal era reformasi mengalami hujatan yang luar biasa bahkan ancaman pembubaran tetap survive hingga saat ini. Semua ini karena kelihaian Golkar berkelit dari pembubaran bak ular yang meliuk yang kemudian “nelungsumi”; licin dan akhirnya berhasil berganti kulit menjadi partai Golkar. Golkar yang selama orde baru anti disebut sebagai partai, terpaksa bermetamorfosis menjadi Partai Golkar untuk memenuhi persyaratan UU Pemilu yang baru yang menegaskan bahwa organisasi peserta pemilu harus berbentuk partai. Dengan mengusung tagline “Suara Golkar, Suara Rakyat”, ditambah dengan kepiawaian para elitnya melakukan lobi-lobi politik, partai Golkar secara innocent kembali aktif berkiprah seolah tidak pernah membuat rakyat menderita. Karena watak aslinya sejak lahir yang haus kekuasaan bagaimanapun caranya, modus dan siasat partai Golkar dari masa ke masa tetap saja tidak banyak berubah: apapun caranya yang penting bisa berkuasa. Demikian juga dengan para kadernya yang kini menjadi kutu loncat ke partai lain; masih tetap sama. Tetapi memang semua tergantung kita, rakyat; apakah kita tetap gampang dibodohi atau kita kuat memainkan posisi. Sejatinya, kitalah yang menentukan kekuasaan mereka karena kitalah yang memiliki daulat bangsa ini. Oleh karena itu, dengan terpilihnya Ratu Tatu dari dinasti Ratu Atut yang kembali menguasai DPD I Golkar Banten, masihkah kita terbuai slogan bahwa “Suara Golkar, Suara Rakyat” sementara suara kita yang serak berteriak berantas korupsi, berantas dinasti korup tidak juga didengar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun