[caption id="attachment_299544" align="aligncenter" width="670" caption="Gambar: Merdeka.com"][/caption]
Setelah sukses dengan lelang untuk jabatan Lurah, pemprov DKI mengadakan lelang jabatan Kepala Sekolah. Proses selesksi jabatan melalui lelang ini bertujuan memutus tali KKN yang selama ini tumbuh subur. Pemprov DKI di bawah Jokowi-Ahok sangat serius melakukan reformasi pada jajaran aparatur pemerintah untuk mendapatkan orang yang berkompeten dan bebas KKN yang duduk di jabatan-jabatan strategis; "the right man in the right place". Sehingga pelayanan maksimal terhadap publik dapat terwujud.
Pertengahan Desember 2013 ini, proses lelang jabatan Kepala Sekolah di DKI dimulai. Ratusan peserta ikut ambil bagian dalam lelang ini. Berbeda dengan lelang jabatan Lurah yang berlangsung lancar tanpa hambatan berarti dan sudah menghasilkan para Lurah yang saat ini menjadi garda depan pemerintahan DKI, lelang Kepala Sekolah kali ini berlangsung carut marut.
Kekisruhan bermula dari terendusnya kebocoran soal dan kunci jawaban tes. Sejumlah organisasi guru di DKI mensinyalir adanya kecurangan sistemik yang terjadi yang melibatkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Indikasinya adalah sebelum diselenggarakan test, LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) telah melakukan pelatihan (diklat) di gedung LPMP dengan melibatkan pejabat LPMP untuk membekali dan melatih soal-soal terkait lelang jabatan. Pelatihan ini diikuti oleh 180 kepala sekolah yang sedang menjabat.
Pada saat tes lelang berlangsung, ternyata soal dan jawaban pada tes tersebut mirip dengan apa yang diberikan pada diklat yang diselenggarakan oleh LPMP. Sehingga kecurangan sistemik ini diduga kuat melibatkan LPMP dan MKKS (Musyawarah Kepala-Kepala Sekolah).
Mendapati kecurangan sistemik tersebut, Ahok pun berang "Ini mental guru. Ini sudah seperti maling kalau saya bilang," kata Ahok. Ahok yakin perbuatan curang ini dilakukan oleh kepala sekolah yang takut kehilangan jabatannya saat ini. Kasus ini harus diusut tuntas dan semua pihak yang terlibat harus diberi sanksi, termasuk mencopot dan mempidanakan Kepala Dinas Pendidikan DKI.
"Kenapa kita marah besar dalam kasus pendidikan ini? Bayangin, seorang guru kepala sekolah main-main dengan soal. Ya enggak heran bila setiap menjelang ujian anak-anak dikasih soal supaya bisa lulus," tambah Ahok.
Dari kasus di atas, kita menyaksikan adanya gap atau disparitas visi, mental dan moral antara pemimpin baru DKI dan jajaran aparaturnya. Pada satu sisi Jokowi-Ahok dengan modal integritasnya bertekad menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; pada sisi lain, para pejabat DKI yang tumbuh makmur dalam budaya KKN terus mencoba bertahan dan ingin melestarikan budaya KKN.
Maka bisa dibayangkan apa yang terjadi pada DKI bila bukan orang sekaliber Jokowi-Ahok yang memimpin daerah ini? Pemprov yang memiliki aset besar dengan income yang juga sangat besar akan terus menjadi arena pesta pora para pejabat; dan rakyat terus menjadi korban kebobrokan moral dan mental mereka.
Realitas yang terjadi di DKI adalah miniatur apa yang juga terjadi di Indonesia secara keseluruhan. Negara kaya ini dikelola oleh para pejabat yang sakit jiwa, bermental maling dan berkelakuan setan. Oleh sebab itu, Indonesia membutuhkan pemimpin sekaliber Jokowi-Ahok; pemimpin yang memiliki visi kuat untuk membawa negeri ini keluar dari jebakan budaya KKN yang sudah akut dan kronis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H