Dengan beragamnya latar belakang tersebut, bila ibu Ani menyadari, beliau tidak bisa lagi berharap bahwa mereka akan selalu bersikap manis dan hormat seperti orang-orang yang selama ini ada di sekelilingnya yang sudah ditraining untuk selalu menjaga tata krama setiap kali mereka bersinggungan dengan beliau.
Di dunia social media, orang merasa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri, orang merasa menemukan dunia yang membuat mereka lebih berani dan percaya diri. Sehingga mereka merasa bisa melakukan apa saja atau berkata apa saja terhadap siapa saja dengan cara mereka.
Artinya, bila kita memutuskan untuk bergabung di dunia social media, kedewasaan dan kebijaksanaan (wise) kitalah yang mengontrol kita untuk tidak bersikap negatif atau menyalahgunakan fungsi social media. Dengan begitu, kita lebih siap manakala mendapati komentar atau respon negatif dari follower kita.
Ibu Ani nampaknya tidak bisa membedakan antara situasi di dunia nyata dimana semua orang hormat padanya dan di dunia maya dimana orang merasa menemukan kebebasan untuk mengkespresiakan apa saja yang ada dipikiran mereka kepada siapa saja dengan cara mereka.
Alih-alih social media membantu ibu Ani menunjukkan diri sebagai ibu Negara yang layak disegani warga, ibu Ani justru lebih sering memicu kontroversi karena sikapnya yang tidak ada bedanya dengan ABG.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H