[caption id="attachment_305612" align="aligncenter" width="460" caption="Rusdi Kirana saat jumpa pers di kantor PKB. gambar: detik.com"][/caption] Di tengah hujan deras yang mengguyur Jakarta sejak semalam, ada kabar mengejutkan menyangkut bergabungnya Rusdi Kirana, boss Lion Air, ke PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). PKB yang diketuai Muhaimin Iskandar merupakan PKB sempalan dari PKB Gus Dus. Muhaimin Iskandar sendiri dikenal sebagai keponakan Gus Dur yang kemudian mengkudeta pamannya sendiri demi kepentingan ambisi kekuasaannya. Meskipun pendatang baru di PKB, Rusdi Kirana langsung didapuk menjadi wakil ketua umum. Bahkan dalam keterangan persnya Muhaimin menyatakan dengan bangga bahwa karena kesibukannya sebagai menteri, maka tugas sehari-harinya sebagai ketua PKB akan diwakilkan ke Rusdi Kirana. Artinya, Rusdi Kirana yang orang baru ini akan punya keleluasaan untuk mengendalikan PKB. Masuknya Rusdi Kirana ke partai politik mengingatkan kita pada Harry Tanu yang beberapa saat lalu merangsek ke "pelukan" Wiranto setelah "ngambek" di partai Nasdem. Sama nasibnya dengan Rusdi Kirana di PKB; di partai Hanura, Harry Tanu juga langsung menduduki jabatan penting partai bahkan langsung menjadi cawapres Wiranto. Bila dicermati kronologi sebelum kedua orang ini masuk partai, Harry Tanu sempat menjadi kader partai Nasdem besutan Surya Paloh. Mungkin karena tidak bisa mendapatkan ambisinya untuk bisa menguasai jantung partai Nasdem, maka Hanura pun dipilih karena bersedia memberi kursi utama. Begitu juga dengan Rusdi Kirana; sebelum bergabung dengan PKB, Rusdi Kirana sempat mencoba peruntungannya di partai Demokrat melalui jalur Konvensi. Mungkin juga karena kurang mendapatkan sambutan hangat di sana, maka PKB dia pilih untuk melabuhkan ambisinya. Fenomena masuknya para pengusaha kaya pada partai tentu membawa angin segar bagi perkembangan politik tanah air, karena orang-orang ini memiliki modal kuat untuk memajukan partai politik Indonesia. Sumber pendanaan untuk partai menjadi lancar sehingga partai dapat melakukan berbagai manuver dan kerja politiknya dengan leluasa. Tetapi fenomena ini juga membawa konsekuensi pada, paling tidak, proses pengkaderan partai politik. Pada saat kader lain harus bersusah payah berjuang untuk partai agar bisa duduk di pengurus inti, para pengusaha tersebut tiba-tiba dapat melenggang tanpa berkeringat ke posisi utama. Meskipun tidak muncul ke permukaan, intrik dan kecemburuan kader lain akan hal ini pasti ada. Konsekuensi lainnya adalah, kita tidak bisa membayangkan bagaimana bila para pengusaha yang masuk partai hanya bermodal uang, bukan dengan perjuangan, kemudian benar-benar terpilih menjadi presiden atau wakil presiden atau jabatan penting lainnya, kira-kira apa yang akan mereka lakukan? Hasil perjuangan gerakan reformasi yang telah memakan korban para mahasiswa telah mengantarkan Indonesia memasuki babak baru kebebasan berpolitik; sebuah kebebasan yang diperjuangkan dengan nyawa oleh para pahlawan reformasi, kebebasan yang kini dapat dinikmati oleh siapa saja, baik mereka yang dulu mendukung atau yang menolak gerakan reformasi. Tetapi ironisnya para mahasiswa yang tewas pada gerakan reformasi tersebut hingga kini tidak jelas nasibnya; hal ini karena pertanggungjawaban pemerintah yang dituntut oleh para orang tua mahasiswa terhadap kematian mereka hingga kini belum juga dituntaskan. Maka menarik bagi kita untuk menyimak kata Rusdi Kirana sesaat setelah mendapatkan kursi wakil ketua umum PKB: "Reformasi dan demokrasi yang telah mengubah hidup saya ini benar-benar harus dikembangkan, upaya penguatan reformasi demokrasi kita paling strategis adalah lewat parpol; mau dibawa ke mana negara kita ini, partai dan rakyat yang boleh menentukan pemimpinnya," katanya menyangkut latarbelakang masuk parpol. Mudah-mudahan nyawa pahlawan Reformasi tidak sia-sia; mudah-mudahan masuknya Rusdi Kirana dan pengusaha lain pada partai politik memang benar-benar untuk mendedikasikan sumber dana, tenaga dan pikiran bagi perbaikan bangsa yang terus terpuruk ini, bukan demi menancapkan cengkeraman bisnis mereka hingga dapat dengan seenaknya mengendalikan negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H