Mohon tunggu...
mcDamas
mcDamas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Orang biasa (seperti kebanyakan rakyat Indonesia) yang sok ikut kompasiana meskipun terbata-bata. Bila teman bersedia, klik juga http://kitabiza.com, http://lampungsae.com, http://inacraftmart.comdan http://englishsolutioncenter.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Di Balik Alotnya Tarik Ulur Pengesahan APBD DKI Jakarta 2014

5 Januari 2014   17:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07 1848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1388916848354856418

[caption id="attachment_304121" align="aligncenter" width="600" caption="Jokowi, Gub. DKI dan Ferrial Sofyan, Ketua DPRD DKI. Gambar: kompas.com"][/caption] APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah nyawa bagi eksekutif untuk menjalankan roda pemerintahan. APBD mendanai seluruh kegiatan pembangunan yang menyangkut hajat hidup rakyat dalam segala aspek baik pendidikan, infrastruktur, perdagangan, suplai kebutuhan pokok dan lain-lain. Artinya, APBD sangat krusial keberadaannya bagi kelangsungan hidup rakyat. Dalam prosesnya, rancangan ABPD atau RABPD dilakukan oleh pihak eksekutif yang kemudian diajukan kepada pihak legislatif untuk disahkan, karena merekalah yang memiliki hak budgeting. Pihak legislatif kemudian mengadakan sidang untuk mengesahkan RABPD setelah semua fraksi menyetujui bahwa anggaran yang tercantum di dalamnya sudah sesuai peruntukan. Sebuah proses sederhana sebenarnya, tetapi ketika proses tersebut diikuti oleh proses politik dan ditunggangi kepentingan lain dimana pihak legislatif menginginkan keuntungan materi sampingan, proses tersebut kemudian menjadi alot. Itulah yang terjadi pada proses pengesahan anggaran yang saat ini dihadapi oleh prmprov DKI. RAPBD DKI 2014 sebenarnya sudah diajukan oleh pemprov DKI sejak Oktober 2013. Tetapi hingga kini DPRD DKI Jakarta belum mengesahkan dan juga belum memastikan kapan akan mengesahkan RAPBD DKI tersebut menjadi APBD DKI 2014. Berbagai lobi politik sudah dilakukan oleh pihak pemprov demi kelancaran pengesahan APBD 2014. Salah satunya adalah jamuan makan siang yang diselenggarakan di rumah dinas Jokowi dimana Jokowi, Basuki dan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI Jakarta bertemu dengan para pimpinan dan anggota DPRD DKI. Dari suasana cair dan akrab yang terjadi saat itu, Jokowi optimistis bahwa pengesahan APBD akan tepat waktu, yakni 30 November 2013. Ternyata, DPRD memundurkan pengesahan APBD 2014 menjadi 27 Desember 2013. Setelah tanggal ini terlewati, pengesahan kembali mundur ke pekan kedua Januari 2014. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Ferrial Sofyan, politisi partai Demokrat, beralasan bahwa molornya pengesahan APBD DKI 2014 ini disebabkan oleh adanya proses pengisian nomor rekening dan nomenklatur (rincian anggaran) 30.000 mata anggaran yang belum selesai. Bagi publik, permainan yang dilakukan oleh anggota DPRD pada proses pengesahan APBD bukan sebuah rahasia. Proses pengesahan APBD ini selalu dijadikan ajang oleh mereka untuk mendapatkan "upah". Dengan kata lain, pihak eksekutif harus menyetorkan sejumlah uang kepada mereka sebagai imbalan disetujuinya setiap mata anggaran yang diajukan. Mirisnya, selama ini proses kongkalikong seperti itu dianggap lazim dan seperti menjadi sebuah kewajiban bagi pihak eksekutif untuk melakukannya. Penyimpangan inipun dinikmati oleh kedua belah pihak. Bagi pihak eksekutif, proses pengajuan RAPBD menjadi kesempatan bagi mereka untuk korupsi anggaran dengan cara memark-up setiap besaran dari jumlah kebutuhan yang sesungguhnya; bagi pihak legislatif, proses ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk mendulang uang bagi kepentingan politik diri atau partai mereka atau untuk balik modal atas biaya politik yang sudah mereka keluarkan saat mencalonkan diri untuk menjadi anggota dewan. Pada pemerintahan Jokowi-Ahok, modus tersebut ternyata tidak lagi mendapatkan tempatnya; tidak ada lagi setoran yang biasanya sangat lancar atau tidak ada lagi ruang untuk melakukan konspirasi memainkan besaran anggaran. DPRD tetap ingin ada “uang dibalik batu”; sebaliknya, Jokowi-Ahok menginginkan semua proses mulai dari RABPD hingga disahkan menjadi ABPD berlangsung transparan tanpa kolusi, mark-up, korupsi, suap dan sejenisnya. Sikap ini jelas membuat para anggota DPRD “mati kutu” apalagi saat ini adalah tahun politik menjelang pemilu dimana mereka membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai kampanye. Sampai kapan DPRD mampu bertahan untuk tarik ulur pengesahan APBD DKI 2014 ini? Masih relevankah kita menganggap DPRD yang seperti ini mewakili dan memperjuangkan aspirasi rakyat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun