Mohon tunggu...
mcDamas
mcDamas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Orang biasa (seperti kebanyakan rakyat Indonesia) yang sok ikut kompasiana meskipun terbata-bata. Bila teman bersedia, klik juga http://kitabiza.com, http://lampungsae.com, http://inacraftmart.comdan http://englishsolutioncenter.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Semakin Rajin Membuat Isu untuk Pencitraan 2014

10 Januari 2014   00:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:58 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13892893832012004721

[caption id="attachment_305098" align="aligncenter" width="600" caption="SBY saat curhat di depan media. Gambar: kompas.com"][/caption] Belum lama berselang, SBY dan lingkarannya mencoba membuat panggung pencitraan dengan mengklaim BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) atau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) sebagai SBY Care. Belum hilang kontroversi publik terhadap klaim tersebut, tiba-tiba SBY terlihat sangat tegas merespon kenaikan harga gas Elpiji yang mencapai 60% dan meminta penundaan kenaikan tersebut. Bila publik menelan mentah-mentah dua tindakan tersebut, publik akan kagum dan memberikan apresiasi yang tinggi atas keseriusan SBY memikirkan rakyatnya. Tetapi selama ini publik tidak melihat SBY memiliki sikap seperti itu. Lebih dari itu, tindakan seperti ini muncul justru di penghujung masa jabatannya sebagai presiden. Menunjukkan keberpihakan kepada rakyat tentulah sesuatu yang mulia karena memang demikianlah yang diharapkan oleh rakyat dari seorang pemimpin. Rakyat membutuhkan pemimpin yang mau mencurahkan perhatiannya terhadap kesulitan yang mereka hadapi sehari-hari. Rakyat sangat rindu akan hadirnya seorang pemimpin di tengah-tengah mereka bukan saja ketika sang pemimpin membutuhkan suara mereka tetapi juga saat-saat lain sepanjang kepemimpinannya. Kenyataannya, sikap atau cara kerja seperti itu bukan ciri SBY. Maka wajar bila publik segera curiga ketika melihat SBY tiba-tiba menunjukkan sikap yang sangat pro rakyat. Apalagi tindakan ini dilakukan oleh SBY pada momen krusial menjelang pemilu 2014 saat ini. Terpuruknya elektabilitas partai Demokrat yang ia pimpin tentu menuntut SBY melakukan sesuatu yang luar biasa. Untuk ini SBY membutuhkan panggung yang strategis. Tetapi, memanfaatkan rakyat miskin sebagai panggung pencitraan untuk mendongkrak suara tentu bukan tindakan terpuji seorang pemimpin. Belum mereda perbincangan publik tentang hal tersebut, hari ini (10/1/2014) SBY kembali membuat berita bahwa ia menolak rencana penganugerahan Jenderal Besar untuknya. Sekali lagi, sikap menolak seperti ini bukan sikap SBY atau yang konsisten ia tunjukkan sebelumnya. Sebagaimana diberitakan, TNI berencana memberikan anugerah Jenderal Besar Bintang Lima kepada SBY karena dianggap berjasa terhadap peningkatan kesejahteraan anggota TNI dan kemajuan alutsista TNI. Padahal hal seperti ini adalah tugas setiap pemimpin, siapapun dia. Tulisan ini dibuat bukan karena rasa sirik saya terhadap SBY; terus terang saya adalah salah satu dari rakyat yang pada pemilu sebelumnya memvote SBY. Tetapi suara yang saya percayakan kepada SBY bersama harapan besar bahwa ia akan bisa menjadi seorang presiden yang tegas tidak terwujud. Intinya, seorang pemimpin akan terlihat natural sikap tegasnya dan akan terhindar dari kesan sedang melakukan pencitraan dari setiap tindakannya apabila sikap seperti itu adalah sesuatu yang selalu ia lakukan secara konsisten, bukan karena ada momen-momen tertentu. Dan SBY bukan tipe yang seperti itu; selama kepemimpinannya, satu hal yang paling melekat dalam benak publik adalah SBY presiden yang sering curhat masalah pribadinya, gampang mengeluh dan peragu. Kesan ini muncul karena seringnya SBY tampil justru untuk curhat kepada rakyat. SBY terlalu sering melewatkan momentum-momentum penting yang membutuhkan ketegasannya dalam bertindak; saat para TKI membutuhkan "kehadirannya" agar terhindar dari hukuman mati, saat negeri jiran tanpa sungkan "melecehkan" Indonesia dan saat-saat lain yang seharusnya SBY "ada" tetapi tidak "muncul" juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun