[caption id="attachment_309247" align="aligncenter" width="600" caption="Wiranto, Prabowo, Akbar Tanjung, Aburizal Bakrie dan Surya Paloh. Gambar: ayovote.com"][/caption] Menarik mengikuti pemaparan Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, yang juga salah satu peserta Konvensi Capres Partai Demokrat dalam sebuah diskusi bersama redaksi Kompas. Anies secara eksplisit menyebut bahwa tokoh-tokoh lama yang kembali maju untuk Capres atau Cawapres di Pemilu 2014 ini sebagai “recycled leaders” atau para pemimpin daur ulang. Menurut Anies, era ini bukan lagi eranya “recycled leaders”, melainkan era global yang lebih cocok dipimpin oleh pemimpin muda yang memiliki ide-ide segar untuk membangun bangsa. Sekarang saatnya rakyat memilih pemimpin yang menawarkan ide tidak dengan menjual janji, tetapi dengan karya nyata; pemimpin yang mampu membuat sebuah gerakan di tengah perjalanan bangsa yang mulai kehilangan visi. Pemimpim muda memiliki idelaisme yang lebih baik untuk meneruskan cita-cita para pendiri bangsa karena mereka relatif masih bersih dari masalah. Sebaliknya, “recycled leaders” cenderung tidak membawa sesuatu yang baru kecuali mendaur ulang visi-misi yang pernah mereka rumuskan sebelumnya. Mereka hanya bermodal ambisi untuk berkuasa sehingga terus saja maju di setiap pemilu meski tidak pernah menang. Salah satu penyebab masih “laku”nya para pemimpin daur ulang hingga saat ini adalah apatisme masyarakat yang tinggi terhadap partai politik. Masyarakat memiliki persepsi yang buruk terhadap partai sehingga membuat mereka memandang partai sebagai hal yang formalitas untuk meraih kekuasaan; bukan sebagai sebuah alat perjuangan. Akibatnya, pada saat diberi pilihan figur yang mana yang harus mereka pilih untuk menjadi pemimpin, mereka cenderung melihat tokoh yang memberi "sesuatu" sebelum hari pencoblosan. Lebih jauh Anies membandingkan popularitas para tokoh daur ulang tersebut dengan Jokowi. Meskipun mereka masih mampu muncul dalam berbagai survey, tetapi secara elektabilitas jauh di bawah Jokowi. Artinya, para “recycled leaders” tersebut masih memiliki pendukung, terutama dari partai yang mengusungnya menjadi Capres; tetapi untuk mampu menarik simpati dari pemilih secara lintas partai, berat. Mereka semua terbenam oleh tingginya popularitas dan elektabilitas Jokowi. Hal ini karena rakyat melihat bahwa Jokowi memenuhi kriteria sebagai pemimpin yang mereka dambakan; mau bekerja, merakyat dan solutif. Oleh karena itu, sebagai salah satu peserta Konvensi Capres Partai Demokrat, Anies Baswedan berusaha menawarkan ide; bukan janji. "Saya hadir dengan ide, mari sama-sama kita menyelesaikan masalah," katanya. Sebagaimana kita ketahui, Anies adalah penggagas Gerakan Indonesia Mengajar yang mengajak generasi muda untuk melakukan gerakan guna menyelesaikan masalah yang ada di sekelilingnya. Bersama ribuan sukarelawan guru yang tersebar di seluruh nusantara, Anies “Turun Tangan" langsung untuk membuat perubahan. Kini tinggal kemauan kita bagaimana memanfaatkan momen Pemilu 2014 ini sebagai titik balik; apakah kita masih tetap memilih pemimpin daur ulang yang menawarkan “itu lagi-itu lagi” atau mendukung para pemimpin muda yang memiliki kreatifitas dan inovasi tinggi dalam membangun bangsa?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H