Mohon tunggu...
mcDamas
mcDamas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Orang biasa (seperti kebanyakan rakyat Indonesia) yang sok ikut kompasiana meskipun terbata-bata. Bila teman bersedia, klik juga http://kitabiza.com, http://lampungsae.com, http://inacraftmart.comdan http://englishsolutioncenter.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dan Akhirnya, Hari Ini APBD DKI Disyahkan...

22 Januari 2014   18:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13903919061931257278

[caption id="attachment_307579" align="aligncenter" width="543" caption="Gambar: citraindonesia.com"][/caption] Tidak seperti di daerah lain dimana proses RAPBD hingga pengesyahannya adem ayem saja, di DKI Jakarta proses ini juga diikuti riuh rendah politik antara pemprov dan DPRD DKI. Riuh rendah ini terutama muncul setelah kepemimpinan DKI dijabat oleh Jokowi-Ahok, dua tokoh yang dikenal bersih dan tidak mau berkompromi dengan KKN. Proses yang alot dan penuh dinamika tersebut bukan saja karena besarannya yang mencapai Rp. 72 triliun; tetapi karena setelah DKI dipimpin Jokowi-Ahok, proses RAPBD hingga disyahkan menjadi APBD tidak semudah seperti pada pemerintahan sebelumnya. Pada pemerintahan sekarang, proses ini dikontrol dengan ketat untuk mengiliminir korupsi dan mark-up baik di pihak eksekutif maupun di pihak legislatif. Perlu diketahui, proses pengajuan APBD dimulai dari tahap RAPBD yang dilakukan oleh pihak eksekutif. RAPBD ini kemudian diajukan kepada pihak legislatif atau DPRD yang memiliki hak budgeting untuk disahkan dengan persetujuan seluruh fraksi yang ada. Sebuah proses yang sederhana sebenarnya, tetapi menjadi alot dan berlarut-larut karena proses ini ditunggangi oleh proses politik yang penuh kepentingan, terutama kompromi tuntutan komisi oleh pihak legislatif sebagai imbal jasa untuk menyetujui RAPBD. Bila kita amati, praktek kompromi tersebut menjadi ruang kongkalikong antara DPRD dan pihak eksekutif yang selama ini menjadi sumber utama praktik korupsi. Hal ini karena pihak eksekutif akan memark-up besaran anggaran dari yang seharusnya dibutuhkan demi untuk mendapatkan sisa yang nantinya akan diberikan kepada phak legislatif. Belum lagi bila proses RAPBD ini tidak dikontrol dengan ketat, pihak eksekutif terutama dinas-dinas yang mengajukan anggaran, akan semau gue memasukkan jumlah anggaran yang kemudian akan mereka jadikan bancakan bersama-sama. Di bawah kepemimpinan Jokowi-Ahok, segala modus KKN dan praktek mark-up tersebut tidak diberi ruang. Akibatnya proses sidang pengesahan di DPRD menjadi molor dan berlarut-larut. Perlu diketahui, RAPBD DKI 2014 sebenarnya sudah diajukan oleh pemprov DKI sejak Oktober 2013. Menurut UU, 30 hari setelah pengajuan RAPBD harus disyahkan dan kemudian dilaporkan kepada Mendagri untuk mendapatkan pengesahan guna pencairan dana. Tetapi baru hari ini, 22 Januari 2014, DPRD DKI Jakarta mengesahkan setalah hampir 3 bulan. Tetapi meskipun terlambat, semoga ada blessing in disguise dari disyahkannya APBD DKI hari ini. Bagi eksekutif, APBD adalah nyawa untuk menggerakkan roda pemerintahan karena dana untuk pembangunan yang menyangkut hajat hidup rakyat mulai dari pendidikan, infrastruktur, perdagangan, suplai kebutuhan pokok dan lain-lain berasal dari APBD. Di tengah bencana banjir yang melanda warga Jakarta, pengesahan APBD tersebut tentu menjadi peristiwa yang menghibur karena pemprov DKI bisa lebih fokus menangani permasalahan bencana tanpa direcoki lagi oleh tarik ulur dengan DPRD. Lebih dari itu, dana yang dibutuhkan untuk menangani bencana dan melanjutkan program lain yang selama ini tertunda juga bisa lebih lancar. Akhirnya, selamat kepada pemprov DKI Jakarta atas disyahkannya APBD hari ini dan terima kasih kepada DPRD untuk kerjasamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun