Mohon tunggu...
mcDamas
mcDamas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Orang biasa (seperti kebanyakan rakyat Indonesia) yang sok ikut kompasiana meskipun terbata-bata. Bila teman bersedia, klik juga http://kitabiza.com, http://lampungsae.com, http://inacraftmart.comdan http://englishsolutioncenter.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tips Layak Coba di Tengah Kemacetan Jakarta

9 Desember 2013   19:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:08 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386591389584757066

[caption id="attachment_297532" align="aligncenter" width="404" caption="gambar: liputan6.com"][/caption]

Macet adalah momok bagi warga ibukota. Kata macet sangat identik dengan Jakarta; bila ada orang ngobrol tentang kemacetan, meskipun ia tidak tinggal atau tidak sedang berada di Jakarta, pasti referensi penggambaran kemacetannya adalah Jakarta.

Kemacetan di kota Jakarta tidak kenal waktu dan lokasi, kemacetan bisa terjadi dimana-mana dan kapan saja. Karena menyebabkan banyak waktu dan uang terbuang, macet membuat orang stress lalu berteriak ke sana kemari, menghujat pemerintah dan mengatakan bahwa pemerintah tidak becus mengatasi kemacetan. Mereka tidak sadar bahwa kemacetan parah yang terjadi setiap hari tersebut sebenarnya adalah ulah mereka juga.

Coba perhatikan, kemacetan yang semakin menjadi-jadi bukan saja disebabkan oleh jalan raya yang sudah over capacity, tetapi juga karena ketidakmampuan orang-orang yang berteriak tersebut untuk sadar diri.

Hampir tidak ada kata "mengalah" di jalan raya. Yang punya mobil merasa paling kaya, yang (hanya) punya motor juga tak kalah soknya. Karena berduit, orang kaya lebih suka bahkan terkesan berlomba-lomba memilih jenis mobil berukuran besar daripada city car; padahal di dalamnya isinya hanya seorang sopir dan sang juragan. Begitu juga sepeda motor; para pengendara ini adalah raja jalanan.

Disebut raja jalanan karena sikap dan gayanya yang merasa paling berkuasa di jalan; mereka tidak peduli bahwa lampu lalu lintas sedang menyala merah, mereka tidak peduli trotoar adalah untuk pejalan kaki, mereka tidak mau tahu bahwa gerak laju didepannya sedang melambat; mereka melabrak semua aturan tanpa memperdulikan keselamatan pemakai jalan lain sambil mengumbar klakson bak ambulance yang sedang menuju kuburan.

Stress; ya kemacetan memang membuat siapa saja stress. Tetapi agar stress ini tidak menjadi-jadi sehingga membuat kita depresi, ada tips yang bisa membantu meredakan tekanan jiwa ini. Saat macet mendera, tetap saja fokus berkendara sambil sesekali lirih bernyanyi. Dan bila stress ini benar-benar ingin kita hilangkan, kita bisa melakukan tips di bawah ini:
Saat berangkat dari rumah dengan kendaraan kita, kita harus sudah sadar bahwa kita akan menghadapi kemacetan di jalan.


Ketika berada di tengah-tengah kemacetan, kita lihat kiri kanan bahwa yang menyebabkan kemacetan tersebut ternyata salah satunya adalah kendaraan kita.
Bila macet terus saja terjadi, coba kita tinggalkan kendaraan kita di rumah dan naik Trans Jakarta.
Bila sudah kita tinggalkan kendaraan ternyata kemacetan terus terjadi, kita ajak keluarga, teman, tetangga dan orang yang kita kenal untuk tidak tergantung pada kendaraan pribadi.
Bila ada 100, 1000, 100.000 atau satu juta orang sadar seperti kita, pasti kemacetan akan berkurang bahkan hilang dari Jakarta.
Tips ini ditulis karena baru saja penulis terjebak macet Jakarta. Lima tips tersebut nampaknya sangat cukup bukan saja untuk mengurangi stress kita tetapi juga untuk turut serta mengatasi kemacetan yang terus menjadi-jadi di kota kita tercinta.

Bila Anda setuju, tidak ada salahnya mencoba, bila tidak setuju ya nggak papa. Gitu aja kok repot! kata Gus Dur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun