Hanim : "Bu, pamit dulu ya. Semoga ibu sehat ". (sambil mencium tangan ibuk)
Ibuk   : "Terima kasih ya mba. Hati-hati di jalan, mumpung tidak hujan main dulu".
Hanim : "Iya bu, mau ke Sardo".
Ibuk   : "Wah, sudah gajian ya....ayo mborong-borong".
Hanim : (sambil tersenyum) "Baru gajian hari ini bu....lumayan ada tambahan lagi dari Ibuk".
Ibuk   : "Yowis....selamat belanja ya mba".
Obrolan sore ini antara Ibuk dan perawat yang biasa membantu pemasangan kateter terdengar asyik banget. Rupanya mbak Hanim sudah gajian....senangnya, pasti berbunga-bunga, hahahahaha.Â
Puji syukur mendengar ada rejeki yang diterimanya, ditambah lagi ucapan syukurnya menerima "honor" dari jasanya membantu pasang kateter sore ini. Aku ikut senang, rupanya lembaran rupiah yang disiapkan Ibuk untuknya diterima dengan senang hati juga.Â
Ah, inilah gambaran "saluran berkat" yang sederhana, sangat sederhana bahwa keberadaan diri kita berarti bagi orang lain.
Dulu, aku sering mendengar istilah "saluran berkat" dan merasa itu biasa saja. Terdengar klasik malahan. Tapi, perlahan aku memaknainya sangat dalam karena istilah yang biasa-biasa itu bisa jadi sangat bermakna bagi orang lain.Â
Membayar honor, memberikan tips atas layanan yang kita terima, membagi bekal, atau memberi sedikit dari kepunyaan kita, itulah beragam cara menjadi saluran berkat. Bahkan, bila bukan uang bentuk yang kita berikan, juga tetap berarti sebagai berkat bila memberikan arti bagi yang menerimanya. Misal, perhatian, doa, ucapan terima kasih bahkan juga pertolongan-pertolongan kecil lainnya juga menjadi berkat bagi orang lain.