Mohon tunggu...
Markus Budiraharjo
Markus Budiraharjo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mengajar di Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sejak 1999.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air yang Bertobat

11 Juni 2014   23:01 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:11 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14024875031634804381

Tidak terlalu salah bagi orang tua untuk sungguh menginvestasikan waktu bersama anak untuk membaca dan menulis. Kali ini, ijinkanlah saya berbagi tulisan dari seorang anak usia 9 tahun. Menurut pengakuannya, tulisan ini ditulisnya dengan "habis-habisan." Siapakah anak ini? Dia adalah seorang anak sederhana, yang kebetulan suka membaca dan bermusik. Silahkan berkenalan dengan anak ini saat dia berusia 6 tahun. Selamat menikmati fiksi yang ditulisnya.

****

[caption id="attachment_328526" align="aligncenter" width="108" caption="empat elemen "][/caption]

Pada zaman dahulu kala, ada tiga elemen yang bersahabat. Ketiga elemen itu adalah API, TANAH, dan UDARA. Tetapi, ketiga teman karib itu seringkali dibuat dongkol oleh elemen lain. Mengapa? Karena elemen ini sangat sombong. Siapa elemen ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah elemen AIR. Dia menyombongkan diri di ketiga elemen itu. Kata AIR, “Tidak akan ada yang bisa mengalahkanku. Pasti kalian akan dengan mudah kukalahkan jika kalian mengajak berlomba. Tetapi sayang, kalian begitu pengecut”. Ketiga elemen itu marah, tetapi kemarahan itu mereka tahan. Mereka merencanakan sesuatu, yang bisa menyadarkan AIR agar AIR segera sadar dan bertobat.

Hari berikutnya, UDARA berjalan-jalan di atas AIR. Sesuai rencana, UDARA akan mencoba membangkitkan kemarahan AIR. AIR yang segera menyadari saingannya berjalan di atasnya, maka ia segera merasa ditantang. “Hai UDARA, kenapa kamu berjalan-jalan di atasku. Kau tahu kan, akulah yang berkuasa di atas segala elemen” kata AIR dengan angkuhnya. “Tidak AIR. Aku baru percaya akan kekuatanmu, ketika kamu menunjukkan kelebihanmu di hadapanku dan teman-temanku, dan membandingkan dengan kehebatan teman-temanku” kata UDARA. “Oke, besok akan kuajak teman-temanmu dan kau agar membandingkan kekuatan kita. Jika aku kalah, syaratnya kamu harus menghilangkan aku dari permukaan bumi sementara, dan jika aku kalah, aku mengaku bukan yang terkuat dari seluruh elemen. Tetapi jika aku menang, kau harus menganggapku yang terhebat” kata AIR.

“Jadi, rencananya aku akan mengalah. Lalu kau API, kau juga harus mengalah. Berilah kesempatan TANAH, agar dapat memenangkan pertandingan. Selama ini, ia selalu diejek AIR tidak bisa mengalahkan AIR. Padahal, dengan mudahnya, air bisa diserap tanah lewat pori-porinya. Tetapi, karena waktu itu TANAH mengalah, maka AIR dengan mudah lewat di atas TANAH tanpa kekurangan suatu apapun. Tetapi, kali ini, TANAH tidak mengalah. Di bawah AIR ada TANAH, maka dengan pelan-pelan, tanpa disadari, AIR akan diserap TANAH.

Lomba dimulai. Mereka mengundang satu wasit. Wasit petir. Jika wasit membunyikan “GLUDUK”, maka pertandingan boleh dimulai. Tetapi, jika wasit belum membunyikan pertanda itu, belum boleh dimulai. Jika ada peserta yang sudah melakukan pertandingan, tetapi belum dibunyikan pertanda, itu artinya peserta itu didiskualifikasi, alias tidak diikutkan (dikeluarkan dari) lomba.

Wasit sudah membunyikan “GLUDUK”, maka pertandingan boleh dimulai. Masing-masing elemen memperlihatkan kebolehan masing-masing. Mulai dari AIR. AIRdengan segera menerjang habis-habisan. Hampir semua yang nampak diterjang. Giliran API. API membakar semua apa yang ada di hadapannya, tetapi tidak seganas AIR, dan tidak menghanguskan AIR. Jadi API masih kalah dengan AIR. Giliran UDARA. UDARA dengan cepat berubah menjadi ANGIN puting beliung, dan semua benda yang ringan terangkat. Tetapi, puting beliung itu tidak terlalu kencang, dan tidak sampai mengangkat AIR. Jadi, nilainya masih dibawah AIR. Giliran TANAH. Semua elemen, kecuali TIGA SEKAWAN itu heran. Mengapa TANAH tidak memperlihatkan kebolehannya. Hampir wasit menyatakan, TANAH didiskualifikasi, sedikit demi sedikit, AIR hilang. AIR kebingungan. Siapakah yang menjadi dalang di balik peristiwa ini? tanya AIR dalam hati. Dengan segera, wasit sadar, apa yang telah terjadi. Dengan suara lantang, dia mengumumkan, “TANAH adalah yang terkuat. AIR, kau bukanlah yang terkuat. Kami tahu kau kuat. tetapi kau tidak bisa melarikan diri dari TANAH” kata wasit bijak.

“Maafkan aku teman, aku telah berbuat sombong kepada kalian semua. Sangat mohon, aku meminta maaf, dan kalian juga sudi untuk memberiku maaf” kata AIR, menyesali perbuatannya sendiri. “Tidak apa-apa air. Sifat sombong itu sudah hilang dari dirimu. Sekarang, yang ada dalam dirimu adalah kesadaran bahwa semua makhluk hidup mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Kau memang kuat, tetapi bukan berarti kamu tidak bisa dikalahkan. Kamu kuat, tetapi masih bisa dikalahkan. Kita berdamai, oke?” kata UDARA dengan bijak. “Oke. Terimakasih teman-teman, karena telah memberikan maaf kepadaku. Aku berjanji, tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun