Mohon tunggu...
Markus Budiraharjo
Markus Budiraharjo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mengajar di Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sejak 1999.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berpikir Strategis? Apa itu?

8 Mei 2010   22:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19 8625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini melanjutkan tiga tulisan tentang systems thinking sebelumnya, Disiplin Kelima: Systems ThinkingFakta-fakta Paradoksal Kehidupan: Bersiap dengan Kemungkinan Terburuk, dan Lawanlah Habis-habisan Musuh-Musuhmu!.

Salah satu inti dari pola pikir sistem adalah berpikir strategis. Apakah yang dimaksud dengan ini? Menurut Peter Senge (1994), berpikir secara strategis berangkat dari refleksi atas inti utama yang terdapat dalam suatu persoalan yang ditangani dan tantangan-tantangan utama yang dihadapi. Dengan demikian, berpikir secara strategis lebih berupa proses untuk memahami dua hal pokok yang saling terkait: yaitu fokus dan kesadaran atas waktu (timing).

Fokus lebih mengacu pada kemampuan kita dalam menempatkan perhatian kita. Kita senantiasa dihadapkan pada berbagai macam persoalan hidup, yang datang silih berganti dari waktu ke waktu. Tidak jarang kita menjadi begitu mudah bingung karena aliran persoalan bisa jadi sangat hebat menerpa kita. Masih ingat bagaimana Stephen Covey mengajarkan matriks “genting” dan “penting”?

[caption id="attachment_136739" align="aligncenter" width="500" caption="Matriks prioritas, sumber: Dok. Pribadi"][/caption]

Kemampuan untuk tetap fokus pada apa yang hendak kita capai tergantung sepenuhnya pada keterampilan kita melihat persoalan secara sistematis. Kita senantiasa dituntut untuk mampu menempatkan beragam persoalan:

Kuadran 1: mana yang penting sekaligus genting;

Kuadran 2: mana yang penting tetapi tidak genting;

Kuadran 3: mana yang tidak penting tetapi genting;

Kuadran 4: mana yang tidak penting sekaligus tidak genting.

Kemampuan dan keterampilan kita menempatkan berbagai persoalan dalam kotak matriks macam itu membuat kita lebih mampu mengatur skala prioritas. Kita menjadi lebih mampu secara jernih membuat jarak dengan berbagai persoalan juga.

Keadaran waktu (timing) mengacu pada pemahaman akan dinamika perubahan yang sangat erat kaitannya dengan panjang-pendeknya waktu yang dibutuhkan untuk suatu perubahan. Ada kalanya suatu perubahan tertentu membutuhkan jangka waktu yang panjang; dengan demikian mustahil bila hendak dicapai dalam waktu yang singkat. Jenis perubahanyang lain bisa saja hanya membutuhkan waktu yang pendek, namun juga harus diasari pula bahwa dampak dari perubahan berdurasi pendek macam ini pun cenderung tidak berlangsung lam pul. Ada pula jenis-jenis perubahan yang bisa dicapai dsecar langsung, dan ada yang justru merupakan dampak samping dari suatu perubahan di tempat lain.l Pemahaman akan beragam model dan wkatu yang dibutuhkan, serta bagaimana perubahan bisa dicapai merupakan esensi dasar dari kemampuan berpikir strategis. Kemampuan berpikir strategis pun tercermin dalam mengangkat beragam dilema yang mendasar, baik dalam kehidupan individual maupun organisasional. Dilema ini selalu menunjukkan adanya konflik atas pilihan mana yang mesti di ambil antara dua alternatif yang tampaknya sama-sama menarik. Dengan kata lain, kemampuan berpikir strategis juga mengandaikan tumbuhnya kesadaran akan prinsip-prinsip dasar serta nilai yang kita perjuangkan.

Ketika kita hendak mengusung perubahan penuh makna, tidak jarang kita dihadapkan pada konflik berikut: antara tujuan yang hendak dicapai dengan aturan yang berlaku; di satu sisi, kita menghendaki terbagi-baginya kekuasan dan kewenangan dan di lain pihak kita juga menghendaki perbaikan dalam pengendalian dan koordinasi. Kegagalan dalam mengeksekusi berpikir strategis akan berimbas pada persoalan yang sering dijumpai oleh bawahan. Mereka mengeluhkan kebijakan kontradiktif yang mereka rasakan jauh dari ketulusan.

Misalnya, kita berharap para guru untuk berani berinisiatif, mereka mendapatkan peluang dan keleluasaan serta kebebasan. Namun pada waktu yang sama, ada keraguan dan ketakutan kalau-kalau mereka tidak mampu mereka bertanggung jawab dengan kebebasan yang mereka nikmati tersebut.

Sama halnya, kita berharap bahwa organisasi kita akan jauh lebih tanggap akan perkembangan di sekitar kita, namun pada waktu yang sama juga kita menghendaiknya agar tetap stabil, dan erat (coherent) dalam hal identitas, tujuan dan visi yang diperjuangkannya.

Di lain waktu kita menghendaki produktivitas yang tinggi di satu sisi, namun pada waktu yang sama kita juga menghendaki kreativitas yang sama pula. Kemampuan berpikir strategis mengangkat beragam dilema macam ini ke permukaan, dan memakainya sebagai katalisasi atas imaginasi dan inovasi yang bisa ditawarkan untuk mengusung perubahan.

***

Berpikir strategis sangat erat kaitannya dengan kesediaan untuk melatih diri membiasakan melihat persoalan dari berbagai sudut pandang. Tidak jarang orang terlalu nyaman dengan cara pandangnya sendiri, artinya mereka tidak cukup nyaman ketika berhadapan dengan pandangan orang lain yang berbeda.

Apakah kita berani menilik ulang bagaimana kita biasa memandang apa yang kita yakini selama ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun