[caption id="attachment_329582" align="aligncenter" width="580" caption="Prabowo&Jokowi, sumber foto:tempointeraktif.com"][/caption]
"Better late than never" kata orang bijak bila ada perubahan menuju yang lebih baik. Setelah sekian lama 'mutung' pasca kekalahan dalam pemilihan Presiden 2014, Prabowo akhirnya 'bisa' menemui Jokowi. Disebut dalam tanda kutip, karena tanpa kerendahhatian Jokowi yang mau menyambangi Prabowo padahal posisi Jokowi adalah Presiden terpilih menunjukkan kemampuan Jokowi yang luar biasa untuk tidak merendahkan lawan politiknya. Walau Jokowi mengalami hujan fitnah dari kubu sebelah, namun dengan kebesaran jiwanya mampu mengubah kebekuan hubungan menjadi lumer dan cair kembali.
Tentu kita sadari, tidak mungkin juga Jokowi 'bertepuk sebelah tangan'. Bila Prabowo tidak bersedia ditemui tentu pertemuan bersejarah ini akan gagal. Patut dihargai juga kesediaan Prabowo menghentikan bara permusuhan yang tidak baik dampaknya bagi suhu politik ke depan. Rupa-rupanya, memang Prabowo secara ksatria bersedia mengaku kalah namun untuk mewujudkan itu butuh pula 'bantuan' kerendahhatian Jokowi. Jadi, kita semua pantas bangga bahwa model kompetisi politik seperti inilah yang akan semakin melambungkan reputasi RI sebagai negara demokrasi terbesar ke 3 setelah AS dan India.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H