Beberapa hari belakangan ini saya banyak membaca perang opini yang kurang baik di Kompasiana yang semakin hari semakin gencar terkait Pilkada DKI yang akan memasuki putaran kedua. Kedua calon mempelai Pimpinan DKI disanjung dan dihajar habis-habisan di media Kompasiana ini.
Saat ini banyak sekali bermunculan akun dadakan yang memamerkan kepiawaiannya dalam menganalisis jagoannya masing-masing. Lebih hebat lagi, mereka ini berasal dari masyarakat biasa yang tidak paham Politik dan ilmu tata negara.
Banyak orang masuk Kompasiana dengan berbagai tujuan dan motivasi. Ada tujuannya baik, ada yang tidak baik. Para akun dadakan ini penuh percaya diri, sok tahu, sok mengerti dan merasa paham segalanya tapi tidak paham tata krama. Sikap lebih tahu yang lebih diutamakan ketimbang wawasan dan integritasnya. Luar biasa. Lidah memang tak bertulang. Ah sudahlah, barangkali ini memang sudah tabiat orang kita.
Para Akun dadakan Pilkada DKI saat ini adalah newbie yang memilki agenda tersendiri untuk memenangkan jagoannya menduduki tampuk kepemimpinan DKI. Akun tidak senonoh atau lebih tepatnya akun sembrono yang secara terang-terangan dan tidak punya malu menggiring opini pembaca tentang jagoannya.
Pada umumnya masyarakat kita ini memang mempunyai tipikal karakteristik yang cukup unik. Mungkin karena seringnya mengkonsumsi makanan yang tidak sehat yang sudah tercemar bumbu kebencian terhadap calon Pilkada tertentu sehingga membuat Kompasiana ini menjadi tempat buang hajat. Jangan masuk Kompasiana hanya untuk buang hajat. Setelah lega baru pergi. Disaat kebelet, datang lagi.
Saya hanya bisa mengamatinya sambil mengelus jidat. Kompasiana ini bukanlah tempat yang tepat sebagai corong Politik Pilkada DKI. Yang jujur yang akan menang, yang licik akan tersingkirkan, karena naluri Pembaca yang menjadi hakimnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H