Anak yang Berjuang Sendiri
By: Rahman009
Di sudut senja yang redup dan sepi,
Berdirilah seorang anak lelaki, sunyi.
Hatinya berat, dadanya penuh luka,
Namun langkahnya tak pernah henti meraba.
Sejak kecil, ia tahu sendiri adalah teman,
Tak ada pelukan hangat, tak ada genggaman tangan.
Ayahnya jauh, tak pernah memberi suara,
Ibunya sibuk, terpenjara dalam dunianya.
Tak ada kata "sayang" yang pernah terucap,
Hanya tuntutan, beban yang terus menyergap.
Sekolah, kerja, lalu pulang sendiri,
Tak ada yang bertanya, "Bagaimana harimu hari ini?"
Di malam-malam yang panjang dan dingin,
Ia menatap langit, mencari arti dari angin.
Mengapa semua terasa begitu berat?
Mengapa dunia ini tak pernah mendekat?
Teman-temannya tawa, bercanda riang,
Tapi ia hanya diam, tak ada yang datang.
Hidupnya sepi, walau ramai di sekeliling,
Hatinyalah yang hampa, sunyi tak bertepi.
Ia belajar bahwa hidup bukan tentang mengeluh,
Tapi menelan pahit dan terus bertaruh.
Tak ada yang akan datang untuk menghibur,
Jadi ia harus kuat, meski hati rapuh.
Sering kali, di kamar gelap nan senyap,
Tangisnya jatuh, tak seorang pun tangkap.
Namun esok hari, wajahnya tetap tegar,
Menjaga luka batin yang semakin membesar.
Ia bekerja keras, mencoba tak peduli,
Bahwa cinta dan perhatian tak pernah mendekati.
Meski rasa sakit menghimpit jiwa,
Ia tetap berlari, mengejar cita-cita.
Tanpa dukungan, tanpa tangan yang menuntun,
Ia belajar terbang dengan sayap yang remuk dan terbungkus debu.
Kadang jatuh, kadang tersungkur,
Namun ia bangkit, meski dunia tetap murung.