Mohon tunggu...
Muhammad Bisri Affandi
Muhammad Bisri Affandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang sedang melakukan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Transaksi Jual Beli di Online Shop dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

1 Juni 2024   06:00 Diperbarui: 1 Juni 2024   08:10 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Online Shop atau lebih dikenal dengan olshop sudah menjadi hal yang tidak asing bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Olshop merupakan salah satu bukti bahwasanya internet telah mengalami perkembangan yang signifikan sekaligus menjadi salah satu bentuk dari implementasi transaksi jual beli online. Olshop sendiri adalah toko online yang muncul di internet atau di berbagai media sosial yang menjual berbagai macam barang layaknya sebuah toko fisik biasa. Munculnya olshop sendiri didasari oleh keinginan masyarakat agar dapat berbelanja dengan mudah, praktis, dan tentunya bisa mendapat barang dengan harga yang relatif lebih murah.

Olshop sangat efisien dan memudahkan masyarakat untuk belanja, pasalnya pembeli di olshop tidak perlu keluar rumah untuk belanja karena mereka hanya perlu untuk memesan barang yang mereka inginkan melalui handphone dan barang akan dikirim oleh penjual untuk diserahkan kepada pembeli.

Selain karena efisiensi dan kemudahannya, banyak faktor lain yang membuat masyarakat lebih memilih untuk berbelanja di olshop daripada datang ke toko fisik itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain:

  • Harga barang di olshop cenderung lebih murah

Sudah menjadi rahasia umum barang di olshop harganya lebih murah jika dibandingkan dengan beli langsung di toko fisiknya. Hal ini disebabkan karena biaya operasional olshop jauh lebih murah daripada toko fisik. Dalam mengadakan toko fisik sendiri perlu banyak biaya seperti biaya sewa bangunan, pengadaan rak display, hiasan, dan lain-lain. Sedangkan dalam pengadaan olshop hanya perlu biaya untuk hal-hal yang sederhana seperti alat pengemasan. Jika dibandingkan maka biaya operasional pengadaan olshop jauh lebih murah.

  • Pilihan barang lebih banyak dan beragam

Ada banyak olshop yang sudah ada di Indonesia dan banyak dari pedagang online tersebut yang menjual produk mereka melalui marketplace. Sehingga dalam marketplace banyak barang sejenis dan beragam yang membuat pembeli memiliki banyak pilihan dalam memilih barang yang ingin mereka beli.

  • Fitur ulasan toko dan barang dapat menjadi pertimbangan pembeli

Salah satu fitur yang sangat berguna dalam marketplace, pasalnya dengan adanya fitur ulasan tersebut maka pembeli dapat mengetahui apakah sebuah toko melayani pembelinya dengan baik dan melihat barang yang dijual apakah sesuai dengan apa yang diiklankan.

  • Metode pembayaran yang beragam

Dalam marketplace, pembeli diberi beragam opsi dalam pembelian barang yang mereka inginkan. Bahkan sudah banyak marketplace yang menyediakan opsi pembayaran paylater atau bayar nanti, seperti Shopee dengan SpayLater-nya.

Namun dibalik banyaknya kemudahan yang ditawarkan oleh adanya olshop tersebut ada kekurangan yang dimiliki oleh olshop, contohnya seperti:

  • Pembeli tidak dapat melihat dan memilih sendiri barang yang dijual secara langsung

Jika seseorang belanja barang di pasar maka seseorang tersebut dapat memilih dan melihat barang yang didagangkan, sehingga dapat meminimalisir adanya kecurangan dalam jual beli. Sedangkan pembeli di olshop atau marketplace hanya bisa melihat barang versi iklannya saja yang mana jika barang yang dibeli telah sampai tangan pembeli belum tentu barang tersebut sama seperti yang diiklankan.

  • Banyak toko online penipu

Toko penipu sejatinya mereka tidak memiliki niatan untuk berjualan melainkan untuk menipu pembeli. Banyak modus penipu untuk menipu pembeli online sehingga jika pembeli tidak berhati-hati maka mereka dapat terperangkap dalam jebakan modus penipu tersebut.

  • Menciptakan masyarakat yang konsumtif

Kemudahan dalam transaksi online dapat menjadi bumerang kepada pihak pembeli. Mudahnya untuk berbelanja dapat membuat seseorang cenderung gegabah dan tidak pikir panjang dalam membeli sesuatu. Hal itu juga didukung oleh adanya pinjaman online dan fitur paylater yang semakin menggoda seseorang untuk menghabiskan uangnya dengan berbelanja online

  • Barang rusak atau hilang

Barang yang dibeli secara online belum tentu sampai ke tangan pembelinya dalam keadaan utuh. Barang tersebut bisa saja hilang atau rusak yang bisa saja disebabkan oleh kelalaian pihak ekspedisi atau penjual itu sendiri.

Dengan berbagai kelebihan dan kekurangan dalam berbelanja di olshop lantas bagaimana pandangan hukum ekonomi syariah dalam menyikapi fenomena kemunculan olshop beserta transaksi di dalamnya?

Transaksi jual beli online di olshop dapat dikaitkan dengan pasal 1313 KUHPerdata yang menjelaskan "Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih" dan pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan syarat sah sebuah perjanjian termasuk transaksi jual beli online yaitu: a) Kesepakatan para pihak; b) Kecakapan untuk membuat perjanjian; c) Suatu hal tertentu; dan d) Sesuatu sebab yang halal. Menurut Meida Lutfi Samawi dalam tulisannya yang berjudul "Jual Beli Online Dalam Perspektif Ekonomi Islam" apabila unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) tidak terpenuhi, maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhi unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum yang berlaku.

Majelas Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah menjelaskan bahwa transaksi melalui olshop diperbolehkan melalui fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No. 146/DSN-MUI/XII/2021 dengan syarat mematuhi isi dari fatwa tersebut. Fatwa tersebut menetapkan beberapa syarat transaksi jual beli di olshop agar sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah, yaitu:

  • Barang atau jasa yang dijual harus sesuai dengan akad secara syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  • Pedagang dalam menawarkan barang kepada Pelanggan tidak boleh melakukan tindakan yang menyalahi syariah, di antaranya dilarang melakukan tadlis, tanajusy/najsy, dan ghisysy;
  • Dalam penawaran barang, Pedagang harus menjelaskan kriteria barang dengan jelas; harga dengan jelas; Biaya pengiriman (jika ada); dan Waktu penyerahan barang;
  • Pembeli membayar harga barang sesuai kesepakatan dengan cara-cara yang sesuai dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Jika barang sudah dibayar maka penjual wajib mengirimkan barang secara langsung ke pembeli maupun melalui ekspedisi sekaligus mengirim bukti jika barang sudah dikirim kepada pembeli;
  • Jika barang sudah diterima pembeli tapi tidak sesuai dengan iklan atau deskripsi maka pembeli memiliki hak khiyar; dan
  • Jika barang rusak atau hilang yang disebabkan oleh pihak ekspedisi maka pihak ekspedisi wajib bertanggungjawab atas hilang atau cacatnya barang tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun