Indonesia tengah di pesta demokrasi.
Dari pejabat-pejabat yang muncul di televisi, sampai tukang-tukang ojek di warung kopi tengah hangat membanggakan jagoan masing-masing, menjelekkan pasangan lainnya. Dari memunculkan bukti-bukti sampai hanya omong kosong, bualan belaka.
Ironis nya, kita heboh sendiri, nyolot, rese karena tidak rela jagoannya di jelekkan. Jangan sampai pula di dalam keluarga sendiri pecah, ribut sana-sini cuma karena membela jagoan masing-masing. Toh abang-abang juga bukan tim sukses resmi, di bayar oleh pasangan mana pun nggak. Jadi kenapa repot-repot.
Disini saya juga berusaha untuk tidak terprovokasi dari pihak kanan atau kiri, mereka sama-sama bagus.
Setiap pasangan juga pasing ada baik buruk, kelebihan dan kekurangan. Nah lucu nya, saat pasangan jagoan abang-abang terpilih, boleh jadi gak kena imbas sama sekali, yang jadi tukang becak tetap jadi tukang becak, yang masih kesulitan mencari makan setiap hari tetap saja begitu. Begitu-begitu saja.
Gak salah dengan motif “Demi Indonesia yang lebih baik” atau “Demi kepentingan nasional”. Tapi jangan sampai kita lupa, esensi asli nya.
Cukup telaah di dalam hati masing-masing, di pilah mana yang baik dan mana yang buruk. kalau sudah ketemu yang pas, teguhkan lalu cukup simpan di dalam hati. Lalu tuang kan pemikiran dan pilihan saat pemilu nanti. Bukan rese sana-sini.
Kabar baiknya, saya punya sedikit buat referensi abang-abang, carilah yang seperti Nabi Muhammad saw, lisannya, prilakunya, sifatnya, ilmunya. Kalau gak ada, cari yang mendekati nya.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H