Mohon tunggu...
Safanah Alqisthi
Safanah Alqisthi Mohon Tunggu... -

Depok freak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dr. Mochtar Riady Menilai Sosok Nur Mahmudi Isma'il

20 Desember 2013   12:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemimpin Yang Memberi Suri Teladan

A leaders leads by example not by force - SunTzu

Seorang pemimpin -kata Sun Tzu- memimpin lewat teladan hidupnya, bukan dengan kekuatan otoritas yang dimilikinya. Saat mengajari rakyatnya untuk kerja keras, ia menunjukkan kerja keras. Ketika mengajak rakyatnya untuk hidup sehat, ia menampilkan pola hidup sehat. Saat mendorong rakyatnya untuk hidup berdampingan secara damai dengan orang lain yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan, ia meberikan contoh sebagai seorang yangg menjunjung tinggi pluralitas.

Kepemimpinan seperti ini ada dalam diri Nur Mahmudi Isma'il, mantan Menteri Kehutanan yang kini menjadi Wali Kota Depok periode kedua. Dari jauh Saya mengikuti perjalanan karier dan cara politisi dari PKS ini menjalankan tugas kenegaraan dan menerapkan pola kepemimpinannya. Salah satu aspek yang menonjol dari kepemimpinannya adalah suri teladan yang diberikan kepada rakyatnya. Ia memilih bicara dengan contoh, tidak sekadar dengan pidato

Ketika harga beras melonjak dan Pemerintah terpaksa mengimpor beras dalam jumlah besar, Nur Mahmudi membuat gerakan "One Day No Rice" dan mengajak seluruh PNS di lingkungan Wali Kota Depok untuk mengikutinya. Sehari dalam sepekan, semua kantin di Kantor Pemerintah Depok tidak menjual nasi. Para pegawai diajak mengkonsumsi makanan diluar nasi-seperti singkong, berbagai jenis ubi-ubian, dan kacang-kacangan-untuk mendapatkan karbohidrat.

Untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan raya, Nur Mahmudi tidak canggung menggunakan angkutan umum. Ia menumpang angkot untuk pergi belanja dan mengunjungi warga, sanak saudara, dan sahabat. Setiap Selasa, ia menggunakan angkot dari rumah ke kantor wali kota. Kadang, ia menggunakan sepeda motor dan sepeda angin untuk mengajak rakyat mengurangi kemacetan lalu lintas.

Dengan menumpang angkot, Nur Mahmudi hendak mengatakan kepada rakyatnya bahwa gengsi pribadi bukan terletak pada pakaian yang dikenakan dan kendaraan yang dipakai. Gengsi muncul dari kepribadian yang memancarkan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai yang menunjukkan keadaban yang tinggi. Dari kesederhanaan dan kerendahan hati, seorang pemimpinn justru lebih efektif memengaruhi rakyatnya.

Hampir-hampir tidak ada kasus konflik di Depok yang dipicu masalah suku, agama, ras, dan golongan. Rakyat hidup bersama dengan aman. Umat hidup berdampingan dengan damai. Itu semua tentu tak lepas dari teladan Nur Mahmudi, pemimpin yang menempatkan diri di atas semua suku, agama, ras, dan golongan. Ia hadir di semua komunitas untuk menyapa dan memberikan kepastian bahwa "kita adalah satu".

Mengenal dengan baik masyarakat dan wilayah yang dipimpin adalah kunci sukses seorang pemimpin. Hanya dengan pemahaman yang tepat dan lengkap tentang masyarakat dan wilayah yang dipimpin, seorang pemimpin bisa bisa mengambil ebijakan yang tepat sesuai dengan potensi wilayah dan kepentingan rakyatnya.

Nur Mahmudi adalah pemimpin yang memahami potensi wilayahnya dan mengerti kehendak rakyatnya. Ia memahami kehendak rakyatnya karena ia sering turun ke bawah. Bergaul dengan seluruh lapisan masyarakat, termasuk lapisan paling bawah. Ia mengetahui masalah wilayahnya karena ia sering mengunjungi lapangan. Semua masalah yang ditulis di atas kertas harus diuji di lapangan. Hasil pengamatan lapangan melengkapi daftar masalah yang perlu mendapat prioritas penanganan dari Pemerintah.

Jauh sebelum masyarakat Indonesia mengenal kosakata Jawa "blusukan", Nur Mahmudi sudah melaksanakannya. Ia acap blusukan: masuk jauh ke lapisan masyarakat paling bawah untuk menangkap pengalaman hidup dan harapan mereka. Ia bergaul dengan semua lapisan masyarakat. Tanpa membuat jarak dengan mereka yang tertinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun