Mohon tunggu...
Ika Rahma
Ika Rahma Mohon Tunggu... Wiraswasta - guru yang masih terus belajar

http://mbakyul.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Cabe Mahal, Sambal Instan pun Jadi Pilihan

5 Januari 2015   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:47 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cabe oh cabe (cabe beneran yah, bukan cabe-cabean). Meskipun harga BBM sedikit diturunkan nyatanya harga cabe tidak mengalami penurunan yang signifikan. Cabe memang bukan kebutuhan primer, tapi bagi sebagian besar masyarakat indonesia cabe adalah kebutuhan sehari-hari. Bagi mereka yang menyukai makanan pedas, mahalnya cabe bisa menjadi kenyataan yang tak diharapkan.

Contohnya ya saya sendiri. Kalau makan tanpa sambal kok rasanya kurang selera. Seperti gak ada nafsu makan. Jika malas memasak, maka sambal adalah menu yang paling gampang dan cukup untuk menggugah selera makan. Tinggal goreng tempe, ikan asin atau telur dan saya sudah bisa makan dengan lahap (jadi lapar nih).

Saya itu biasanya kalau buat sambal pedas sekali. Sampai-sampai yang lain gak mau nyicipi. Padahal saya pernah infeksi lambung. Tapi ya gimana lagi, sudah kecanduan sih sama yang namany sambal. Sebenarnya untuk urusan cabe, saya sangat jarng beli di pasar karena ibuk menanam beberapa tanaman cabe di samping rumah. Sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan membuat sambal dan memasak sayur lainnya. Bahkan sebagian masih bisa dijual ke toko-toko. Lumayan , bisa ditukar dengan kebutuhan lainnya.

Tapi akhir-akhir ini cabenya tidak bertumbuh sebagaimana mestinya. Musim hujan bisa dikatakan sebagai bukan musimnya untuk menanam cabe. Hasilnya pasti kurang bagus karena saat hujan akan ada banyak bakteri yang menyerang tanaman. Hal itu pulalah yang mengakibatkan harga cabe masih mahal meskipun harga bbm turun. tanaman cabe di samping rumah saya pun juga kena imbasnya. Akibatnya cabe terpaksa dipetik meskipun masih hijau. Yang ditanam ibu saya ini adalah cabe rawit. Ketika di pasar, ada seorang ibu-ibu yang membeli cabe. Dengan uang 5000 rupiah dia hanya mendapatkan sedikit cabe yang dibungkus di plastik kecil.

Saya sendiri beberapa hari terkahir sudah jarang buat sambal karena tidak punya cabe rawit merah. Sebagi gantinya saya beli sambal uleg instan yang banyak dijual di toko-toko. Dengan uang 1000-1500 saya sudah bisa menikmati 1 sachet sambal terasi yang rasanya gak beda jauh dengan sambal buatan sendiri. Jadi promosi nih hehe. Tentu saja ini hanya sebagai pilihan alternatif saja. Tau sendiri kan kalau yang instan2 itu pasti ada pengawetnya. Tidak akan menyebabkan keracunan namun tidak baik untuk jangka panjang.

Untuk sementara, sambal instan sangat membantu bagi pecandu sambal seperti saya hehe. InsyaAlloh tidak apa-apa kalau dikonsumsi tidak terlalu sering. Yang penting sebelum makan baca doa dulu biar makannya berkah.

Salam Pedas dari dapur tercinta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun