Septi Anugerah Nur Aini, Pelukis Kecil dari Desa
Abdullah Suriosubroto adalah pelukis idola Septi. Beberapa karyanya adalah pemandangan. Mengamati pemandangan dari jarak jauh, kemudian disalinlah hasil tatapannya dalam kertas kosong.
Meja berukuran 100 x 60 meter itu dipenuhi beberapa lembar kertas. Satu set pensil warna, serta rautan sederhana berwarna kuning.
Septi Anugerah Nur Aini, asyik memoles hasil gambarannya. Gadis yang baru saja memasuki usia 6 tahun lebih 10 hari itu, bebas mengekspresikan apa yang ada diotaknya lewat gambaran.
Rumah besar dengan halaman luas. Beberapa pot bunga berbaris rapi. Bunga-bunga saling bermekaran.
Pohon kelapa setinggi 300-350 meter ada di samping rumah, sekitar 2-3 pohon. Di bawah pohon itu ada linjak (kursi dari bambu) yang baru saja dibuat beberapa hari lalu.
"Pohon kelapa melambangkan cita-cita saya yang tinggi," terang gadis itu berseri-seri.
Kurang dalam fisik, bukan menjadi penghalang cita-cita gadis bernasib buruk itu. Sejak lahir, ia hanya memiliki lima jari tangan. Lima jari tangan kirinya tidak ada.
Semua kegiatannya, mulai dari bermain, makan, memakai baju dibantu dengan tangan kanannya. Berontak iya. Tetapi, berkat pendampingan dari ibunya, Septi kecil berlatih menerima keadaan.
Beranjak anak-anak, Septi senang mengamati lingkungan sekitar, bahkan jadi kebiasaannya. Setiap pagi usai salat Subuh, ia bersama ayahnya keliling desa---jalan-jalan pagi, katanya.
Kemudian, di sore hari, ketika tidak ada jadwal belajar ngaji, ia ikut Kakeknya ke ladang. Berjarak lumayan jauh, setiap perjalanan dinikmati dengan senang. Setibanya, di ladang, anak berambut hitam bergelombang itu mengeluarkan selembar kertas putih dan pensil. Lalu menggambar.