Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Balada Ruang Kosong

5 Februari 2019   17:40 Diperbarui: 5 Februari 2019   18:36 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berpulang kala senja, aku merindumu dalam diam. Engkau sembunyi di balik tikar keabadian. Ranum. Wajah memesonamu, lelakiku bermata empat. Semburat awan engkan lepas dari kediaman. Engkau berdiri, kekasihku dengan senyum paling sempurna.

Lelaki yang mencintai alam. Ada gelombang sangkaku. Mengagumi keindahan malam lewat para bintang dan tunggalnya kasih rembulan. Meliuk-liuk di antara rindu. Ada lagu mengitari malam. Gerhana, malam ini sangat sempurna. Bulat mata sapi. Cahyanya tulus mengobak-abik hati yang sepi---ruang-ruang kosong ini.

Senja adalah kehilangan. Dan malam adalah kerinduan. Kehilangan senja rindunya malam. Mengagummu lelakiku adalah kata jiwa yang sudi bohong. Teramat ada. Bila sejatinya, bukan bermaksud menari di senyummu.

"Apa yang kau tahu dariku?" tanyamu mengejutkan.

Melempar senyum paling sempurna. Kau ingatkan pada malam, di mana kita saling melumat kegelapan dengan cahya kita. Lupakah kau, tentunya tidak. Kita bermain api di tengah rerumputan yang rindukan pohon besar. Kau bariskan tulang-tulang kering dari semak diam. Lalu kau nyalakan cahya yang paling sempurna.

Membelah samudera. Kau titipkan semyummu pada riak gelombang. Setiap kali kita menitih ulang samudera itu, ada rindu yang bergelombang. Syair-syairmu mengapung. Kutemukan senyum dari bibirmu di karang. Ranum.

Begitu kembali setelah melewati senja dan tikar keabadian, senyum itu masih merekah. Ia terayun-ayun karena ombak. Sekali tampak, senyummu adalah waktu. Waktu yang tak berbohong tentang kabar rindu, setelah kian lama kapalmu menjauh dari daratan.

Lelakiku, engkau adalah elang kehidupan. Kuat jangkarmu adalah perjuangan. Kau titipkan akar-akar cintamu pada sudut-sudut samudera, dengan riak gelombang yang enggan bertepi. Kala senja ingin pulang, ada hati yang terbelah di sana. Menunggu sepasang hati mencumbu, meski malam menjemput embun. Dan ketika embun siap hadapi senja yang akan menghapus semua harapan.

"Kembali kunikmati gerhana ini dengan nada rendah," bisikku di tepian karang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun