Membelah langit. Lelaki yang hobinya marah-marah itu mengusik tidur siangku. Baru saja aku sampai rumah lalu ingin tidur. Dari jendela kamar terdengar lelaki tetanggaku itu mencabik-cabik langit. Ia bertempur bersama teriknya surya.
Sudah hobinya selalu marah-marah. Sehari tak puasa marah rasanya gatal lidahnya. Beruntunglah istrinya tidak minta cerai.
"Terbuat dari apa ya hati Bulik?"Â batinku suatu waktu.
Lelaki itu adalah menantu nenek. Bekerja sebagai dagang. Berangkat jam tiga pagi pulang tengah hari. Sorenya, kadang pergi ke sawah. Maklum orang desa. Mata pencaharian utamanya sebagai petani. Lelaki yang ku sapa dengan Pak Lik Ji itu, keras. Ia memiliki idealis dalam berpikir. Apapun yang berlawanan dan menentangnya akan kena kilat, juga petir pahit.
Seperti yang ku tahu, setiap hari Pak Lik selalu marah-marah. Namun ia tak pernah sampai hati memukul atau menendang. Hanya saja kata-katanya begitu nyelekit dirasakan. Tapi aku suka. Itulah caranya ia mendidik keluarga. Ia tak ingin anak-anaknya menjadi orang yang salah.
"Sudah Bapak bilang, jangan pacaran dulu. Lihat banyak korban akibat pacaran dan salah pergaulan. Kamu mau seperti mereka?"
Isak tangis anak perempuannya menjadi. Salah ia juga, pendidikan pacaran dalam keluarganya tidak ada. Tapi ia menerjang itu. Tak salah jika Pak Lik marah-marah soal itu.
Pak Lik memang suka marah. Tapi bukan berarti tidak sayang pada anak-anaknya. Hanya saja, ia ingin menjaga marwah keluarga. Tak ingin anak-anaknya mengenal dengan orang-orang yang tidak jelas di luar. Salah satu nasihatnya yang aku ingat adalah supaya berhati-hati mengenal laki-laki. Hanya ada satu laki-laki yang baik di antara seratus laki-laki yang buruk.
Aku tak menampik apa yang dikatakan Pak Lik waktu itu. Bukan karena aku tahu bagaimana laki-laki. Namun dari ceritanya, aku menyimpulkan sendiri. Putus cinta sampai gagal bercinta itu menyakitkan. Ketika kita sudah percaya padanya, tapi dengan terang-terangan ia menyakiti kita, ceritanya.
Aku menelan liur. Cerita perihal kegagalan cinta di ruang tamu Pak Lik tak pernah habis. Selalu menyusuhkan cerita cinta yang berbeda. Mulai dari pengalamannya hingga pengalaman sahabatnya, dan orang lain.
Kram di kaki dan perut kadang menyiksaku kala itu karena terlalu lama duduk menggantung. Ya kursi ruang tamu Pak Lik terlalu tinggi. Aku menikmati gaya berceritanya, ada efek dramatiknya. Kadang pula sempat meneteskan telaga sucinya saat sampai pada puncak cerita paling menyedihkan. Seperti cerita yang aku ingat, ketika ia ditipu oleh kekasihnya.