Sepanjang jalan menuju jalan, banyak tetangga dan orang pasar memuji Dewo.
"Rajin anakmu, Yu. Sukses kelak!" ucap salah seorang pasar.
"Tak doakan menjadi lurah atau bupati!" sahut orang pasar lain mendoakan.
Setiap kumpul sekadar melepas lelah, dan usai makan bersama, Katmiati selalu menceritakan masa kecilnya Dewo. Banyak orang berdoa baik padanya. Tidak saja orang pasar dan orang pintar yang Katmiati ceritakan, saat Dewo dilahirkan, nenek dari orang tua Wanto sempat berujar, ada peluang baik. Tahi lalat ini adalah tanda masa depan baik. Hanya saja banyak godaan yang akan datang begitu saja. Kuncinya hanya satu, kuat dan tak boleh lena.
"Ajarkan ilmu padi pada anakmu nantinya!" pesan nenek Bronto.
Katmiati berusaha mencerna dan memahami pesan mertuanya itu. tak lupa, disampaikan pula pada suaminya.
Dewo memang nampak lain dari anak-anak seusianya. Ia mudah sekali mengingat apa yang mampir di telinganya. Dibanding anak tetangga yang seumuran, Dewo lebih dulu bisa membaca dan menulis. Belajarnya menulis sangat sederhana. Tatkala ia menemukan tulisan di lembaran kertas atau di bungkus jajan selalu meminta Bapaknya membaca, kemudian ia menirukan.
"Coba ulang apa yang Bapak baca tadi!" kata Wanto suatu ketika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H