Sesak. Tiba-tiba dada terasa penuh. Napas mulai tersengal-sengal. Segera aku hentikan pemutaran masa lalu.
Masa lalu adalah rumah lama yang telah ditinggalkan, sejenak sengaja dilupakan, dan tak dipikirkan sama sekali. Masa lalu adalah buah dari karya yang baru saja rilis di film jagad raya.
Sesak. Berkali napasku terhenti mendadak. Aku tak kuasa sebenarnya mengingat masa lalu. Harus memutar waktu, menghabiskan sisa-sisa waktu yang ada. Aku mengingat ulang, lalu kutulis dengan letupan-letupan tak tertahan.
Napas berat, kala mengingat masa kecil, di mana aku di uji Tuhan. Berkalung usus, hampir tamatlah riwayatku. Teramat sedih, aku harus menghabiskan air mata menahan sakit. ya, kurasa hidup memang pahit. Apalah, nikmati saja.
Masa kecil usai, aku mulai menggerayah cerita demi cerita kala menyusuri masa SMP hingga masa SMA. Sesak, kembali sesak kurasa. Tibalah kuingat bagaimana aku mulai mengenal lelaki dengan dekat. Menatap lelaki lebih lekat. Memasuki dunia lelaki terasa penat. Gelombang ketertarikan mulai menyerang. Prestasiku mendadak turun karena deretan keparat mengganggu waktu. Ahh, bagaimana ku tanya diri bisa tertarik padamu.
Mencoba berlari bersama desir angin masa depan. melupakan yang tak perlu diingat. Meninggalkan sesuatu yang tak penting dijaga. Berdiri di atas keyakinan, kadang membuatku kaku. Buang. Usir sudah semua rasa. Suntikan jurus begitu manjur kurasa. Begitu kurasa entah, di detik mana, ketika seseorang bertanya tentangmu. Lupa. Lupa bagaimana cara. Lupa bagaimana bahasa. Lupa bagaimana gaya. Dan, lupa bagaimana aku tentangmu.
Resah? Iya sebentar. Sesak kembali menyeruak. Antara ada dan tiada samalah sesak menyapa. Keletakkan semua rasa atas nama masa depan. Wajahmu, matamu, hidungmu, tubuhmu, senyum, dan candamu adalah luka. Aku harus membenci tentangmu.
"Keparat!" doaku di pertiga malam. Harus kuakhiri tentangmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H