Sore, tepatnya ketika adzan Maqrib dikumandangkan, aku tidak langsung bergegas mengambil air wudhu lalu pergi ke masjid. Justru, aku sempat mengobrol dengan teman yang usianya lebih tua. Ya, terpaut 2 tahunlah.
Obrolan itu adalah berkaitan dengan jodoh. Dia memutarkan sebuah cuplikan video. Video tersebut adalah sebuah kajian islam tentang jodoh dan masa depan.
Ustad yang mengisi kajian tersebut mengungkapkan, seorang wanita yang sulit mendapatkan jodoh, berarti dia memiliki rasa jengkel, marah, bahkan benci kepada orang tuanya, khususnya ayah. Demikian pula seorang lelaki, apabila sulit mendapatkan jodoh, berarti dia tidak menyayangi orang tuanya, terutama seorang ibu.
Sosok malaikat yang mengandungnya kurang lebih 9 bulan 10 hari. Sosok yang dengan sayang merawat, mendidik, membesarkanmu hingga kamu benar-benar bisa berdiri sendiri.
Mendengar kajian ustad yang aku lupa namanya itu, sontak terkejut bukan main. Bukan karena aku pernah jengkel bahkan membenci ayah, sebab aku anak perempuan.
Hal lain, karena setahu aku sampai pada suatu sore adalah orang, khususnya perempuan yang sulit memiliki keturunan atau sulit ketika proses melahirkan adalah mereka yang pernah menyakiti hati ibunya. Itulah yang aku pahami.
Ternyata, itulah hidup. Hidup itu rumit. Hidup itu misteri. Hidup itu penuh tanda tanya. Dan, hidup itu ahh ...
Aku pernah jengkel pada ayah. Aku pernah kesal dengan ayah. Tapi aku, tak sekalipun membenci ayah. Karena dari kecil aku dekat dengannya. Ayah paling banyak tahu apa yang aku sukai. Sementara ibu, paling tahu apa yang aku butuhkan. Ya, ayah-ibu saling melengkapi hidupku.Â
Meski begitu, aku tetap harus minta maaf pada keduanya--ayah dan ibu. Bukan berarti tidak pernah bla bla bla menurutku, tapi tak nyana bila di suatu hari aku pernah menyakiti hati mereka. Karenanya, maafkan aku ayah dan ibu.
Mudah sekali?
Berontak hati sebelah.Â