Bubur kacang ijo khas Madura memang tak ada duanya. Dikelilingi tenda berwarna kuning, bubur Pak Sidul (39) menjadi sasaran utama di tengah dinginnya malam. Biji kacang ijo yang direbus dan diberi tepung tapioka secukupnya memberikan rasa kenyal dan empuk.
Selain itu, rasa manis dari sirup rasa frambozen menambah citarasa bubur menjadi wangi dengan warna merah cantik. Bisa juga ditambah susu bagi yang suka manis.
Tepat di sebelah kiri taman Jeruksing, Jalan Ir Juanda Ponorogo tenda khas itu dipasang. Menjelang sore hari, dua dandang berisi bubur kacang hijau dan santan diletakkan di atas gerobak. Kemudian, di sebelah depan, kiri, dan kanan diberi kursi panjang untuk duduk pembeli.
Bubur dengan dua varian, dingin dan hangat ini berdiri sejak tahun 1995.Warung bubur ijo yang buka sejak pukul 4.00-11.00 malam, tidak pernah sepi setiap harinya. Tidak saja pembeli dari Ponorogo, pemilik warung yang biasa disapa Pak Bubur itu mengaku pembelinya dari mana saja.
"Banyaklah. Rata-rata pembeli dari kota sendiri juga dari luar kota yang sempat berlibur atau mampir sejenak," ungkapnya, Rabu (23/8).
Keramahan dan pelayanan baik kepada pelanggan membuat pembeli untuk kembali lagi di lain hari. Seperti yang dirasakan Afifah Wahda, mahasiswi Universitas Malang asli Ponorogo. Sejak SMP menjadi langganan hingga sekarang. Bahkan, ketika pulang ke tanah kelahiran selalu menyempatkan diri untuk menikmati citarasa es bubur kacang ijo Pak Bubur.
"Rasanya enak, tempatnya strategis, dan penjualnya murah senyum. Pembeli datang langsung disambut," kata Afifah sembari menikmati es bubur kacang ijo.
Pak Bubur, asli kelahiran Madura itu merantau ke Ponorogo hanya untuk melanjutkan bisnis jualan bubur kacang ijo temannya. Saat ini pihaknya dibantu istri, Siti yang juga asli Madura. Bahan bubur kacang hijau didapatnya dari membeli di pasar dengan memilih kacang ijo yang baik. Selain itu, terkadang juga langsung mendatangi penanam biji kacang ijo.
Satu mangkok es bubur kacang ijo bikinan Pak Bubur, awal berdiri dijual dengan harga Rp. 200,- kemudian mengalami kenaikan setiap tahun hingga Rp. 4.000,- per mangkoknya. Hal itu, tidak menjadi masalah bagi pelanggannya. Buktinya setiap malam terjual hampir 50-an mangkok, bahkan bisa sampai kehabisan bubur. Dari hasil jualan itu, dibelikan bahan mentah dan sisanya untuk biaya sekolah anaknya, serta kebutuhan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H