Mohon tunggu...
Mbak Rini
Mbak Rini Mohon Tunggu... -

yuhuu...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Titian Rindu 3: Semburat Pelangi Menggores Senja

23 Mei 2010   17:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:01 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Es lilin di termos masih separo. Cuaca hari itu sangat mendung dan udara dingin mulai menyeruak, padahal saat itu baru pukul 11 siang. Sebentar lagi di daerah itu akan turun hujan lebat. Gadis kecil itu segera membawa termos dan berlari pulang. Ia yakin bahwa anak-anak yang bersekolah di SD swasta tempatnya biasa berjualan es lilin, tidak akan tertarik membeli es.

Jarak SD swasta ke rumahnya agak jauh. Ia paksakan berlari di tengah hujan yang sudah mulai turun. Lapangan bola yang rumputnya kering menyebarkan bau tanah yang menimbulkan sensasi. Ia sungguh menikmati bau itu. Baru seperempat jalan, hujan deras tanpa kasihan mengguyur tubuhnya yang kurus. Rambut ikalnya yang panjang kemerah-merahan langsung kuyup menyatu dengan kaos kumal yang dikenakannya. Suara halilintar yang mulai bersahut-sahutan membuat jantungnya berdegup kencang. Sekuat tenaga ia lari menuju gang kecil di ujung lapangan.

Ia khawatir akan terlambat masuk sekolah. Hari ini pelajaran pertama adalah pelajaran kesukaannya, matematika. Pak Azwar guru wali kelasnya yang akan mengajar. Ia tidak mau terlambat.

- - -

Sampai di rumah setelah mengucapkan salam, ia segera mandi. Ibunya sudah menyiapkan sayur bayam dan ikan asin. Bau ikan asin kiriman bulek-nya dari kampung membuatnya cepat-cepat menyelesaikan mandinya. ia kenakan baju seragam putih yang lengannya agak cingkrang karena kekecilan. Cepat ia lahap makanannya tanpa lama mengunyah. Ia sambar tas hello kitty yang dibelikan oleh omnya tahun lalu. Ia lihat ibunya menghitung sisa es lilin di termos.

niki bu duwite.. “, ia serahkan hasil penjualan es lilin ke tangan ibunya. Ibunya yang nanti akan mengantarkan sisa es lilin dan uang hasil penjualan ke rumah Pak Marwoto, pemilik usaha es lilin tersebut. Keuntungan penjualan hari itu dimasukkan ibunya ke celengan ayam.

Tak lama adiknya yang habis berkeliling berjualan es lilin sampai. Adiknya tampak menggigil kedinginan. Buru-buru ibunya mengganti baju adiknya yang baru berumur 9 tahun itu. Teh hangat di ceret dituangkannya ke gelas untuk adiknya. Adiknya minta ditunggui untuk bersama berangkat ke sekolah. Ia akan menunggu adiknya bersiap. Tak peduli lagi ia, apakah akan terlambat atau tidak.

Payung warna hitam yang ujungnya sudah mulai robek disiapkan ibunya. Sambil mengikat tali sepatunya, gadis kecil itu melihat mata ibunya berkaca-kaca.

“Pamit nggih bu..”, sambil mencium tangan ibunya, kedua anak itu melangkah di tengah derasnya hujan. Jam di dinding ruang tamu rumah petakan itu sudah menunjukkan pukul 12.35. Sudah lewat lima menit dari bel masuk sekolah.

- - -

“Rindu, kamu terlambat lagi..”, sapa Pak Azwar ketika ia minta ijin masuk kelas.

“Maaf Pak, saya tadi menunggui adik dulu karena payung cuma 1”, jawabnya.

“Ya sudah duduk sana, lain kali jangan terlambat lagi ya”, kata gurunya.

Lirih ia menjawab sambil masih kedinginan karena terpaan angin dingin.

- - -

Sekolah itu adalah sebuah sekolah dasar negeri di daerah Jakarta Selatan. Ruangan kelas yang terbatas dipakai bergantian oleh SD 01 yang masuknya pagi dan siangnya dipakai oleh SD 02. Lazimnya sekolah-sekolah lainnya, mutu sekolah siang biasanya lebih rendah dari sekolah yang masuknya pagi. Murid-muridnya pun demikan. Murid-murid sekolah pagi biasanya dari kalangan yang lebih berada dibandingmurid-murid yang masuk siang.

- - -

Sore ini Pak Azwar membagikan hasil ulangan matematika tempo hari. Teman sebangkunya, Endang yang sudah mendapatkan hasil ulangan menunjukkan nilainya. Nilainya hanya 5,5. Teman-teman lainnya saling bertanya. Tidak ada yang nilainya tinggi, semua di bawah 7. Nilai 7 itu milik temannya Jamil.

“Rindu Ani Lestari”, panggil gurunya menyebut namanya.

Seisi kelas yang tadinya riuh, terdiam. Teman-temannya seperti menunggu sesuatu. Sesampainya di bangku, ia lihat hasil nilai ulangannya, 10. Ada tulisan Pak Azwar. Tulisan sambung yang sangat indah. huruf-hurufnya seakan menari bagaikan not balok. “Perfect, Tetap pertahankan”.

Teman-temannya berebut ingin melihat hasil ulangannya. Riuh terdengar kembali di kelas yang sederhana itu. Gadis kecil itu memandang keluar jendela. Ia teringat bapaknya. Pakde kembaran bapaknya pernah bercerita bahwa dulu waktu masih sekolah, bapaknya selalu rangking 1 dan pelajaran matematikanya sering mendapat nilai 10.

Tak ia hiraukan teman-temannya yang antusias bertanya mengapa ia bisa mendapat nilai sempurna.

- - -

Matanya menerawang keluar jendela. Bias pelangi yang memukau setelah hujan seakan tidak dilihatnya. Ingatannya kembali ke masa lalu. Tak ia sangka bahwa perjalanannya ke Jakarta enam tahun lalu untuk menemui bapaknya adalah saat terakhir ia bertemu bapaknya. Bapaknya sudah tidak pernah pulang ke rumah mereka di kampung. Ibu dan keluarganya sudah mencari bapaknya kemana-mana tetapi sia-sia. Lelaki yang menjadi tumpuan itu seakan lenyap ditelan bumi.

Tepukan temannya di bahu membuatnya tersadar. Ia lihat teman-temannya menunjuk-nunjuk ke luar jendela kelas.

Pelangi yang sejak tadi dipandanginya baru ia sadari keindahannya. Pendar cahayanya yang tujuh masih belum surut. Goretan indah di langit itu seakan menyentaknya dari lamunan.

Tak butuh waktu lama, ia pun larut dalam senyum bersama teman-temannya.

diunduh dari sayapbidadari.blogspot.com

- - -

the past is never dead, it’s not even past

…to be continued…

catatan :

- bulek                      : adik perempuan ibu

- niki bu duwite        : ini bu uangnya

- nggih                     : iya

[rawamangun, 24052010]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun