Mohon tunggu...
Mbak Day
Mbak Day Mohon Tunggu... -

A mother of two wonderful children. Dreaming to have a magical door to go where she wants

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arti Kesuksesan

2 Oktober 2012   10:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:22 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kesuksesan seseorang seringkali dinilai dari jabatan, harta, atau kepopuleran yang berhasil diraih. Tolok ukur seperti itu memang lumrah dan bahkan menurut saya pribadi, terlalu biasa dan cetek. Lalu, apa ukuran yang saya pakai untuk menilai kesuksesan seseorang? Jawabannya sebenarnya sudah anda ketahui sejak lama, tetapi mungkin banyak yang tidak menyadarinya, yaitu: "Rasa Nyaman" atau "Kenyamanan". Apakah seseorang sudah merasa nyaman dengan jabatan, harta atau kepopuleran yang dimilikinya? nah... jika jawabannya adalah "Iya", maka saya baru bisa menilai orang itu telah sukses.


Dalam keseharian, saya cukup beruntung bisa bergaul dengan orang-orang dari kalangan yang berbeda-beda status sosial. Dari berbagai pengalaman dan pergaulan saya itulah akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan bahwa kesuksesan seseorang harus dilihat dari tingkat 'Kenyamanan' yang berhasil ia raih.


Apakah dengan bepergian menggunakan fasilitas kelas 1 di dunia, mendapatkan perlakuan khusus di tempat-tempat publik atau pengawalan ekslusif di berbagai kesempatan, bisa memberikan 'Kenyamanan' dalam arti yang sesungguhnya? Coba tanyakan kepada orang yang benar-benar sudah merasakan itu. Sebagian mungkin akan menjawab "Ya.. saya sangat nyaman menikmati fasilitas itu..." atau malahan sebagian akan menjawab "Tidak".


Untuk yang menjawab "Ya". Pertanyaan berikutnya adalah "Apakah fasilitas itu benar-benar anda butuhkan, sehingga anda mau mengeluarkan uang sebanyak apapun untuk memperolehnya?" Nah.. pasti jawabannya akan amat beragam. Dalam berbagai kesempatan, saya mengetahui bahwa hampir semua orang (kalau tidak mau dibilang 100%) yang membayar mahal untuk menikmati fasilitas khusus dan mewah tersebut sebetulnya justru merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka mau membayar mahal semata-mata untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan dari orang lain (luar biasa aneh menurut saya!). Tapi itulah kenyataannya. Banyak dari kita yang masih diperbudak oleh uang. Tukang parkir di mall-mall Jakarta saja langsung membukakan tempat parkir khusus di dekat pintu untuk mobil-mobil mewah. Jangan pernah berharap dapat parkir yang enak, kalau anda datang ke mall menggunakan mobil kutu atau mobil berumur 10 tahun ke atas. Menyedihkan memang. Lebih tragis lagi, tempat parkir khusus orang cacatpun bisa di 'jual' oleh tukang parkir mall ke orang berduit yang mau membayar si tukang parkir.


Kenyamanan seseorang ternyata tidak ditentukan oleh tingginya jabatan atau berlimpahnya harta yang dimiliki. Dari pengalaman yang dialami salah seorang teman saya yang lain, sayapun mengetahui bahwa jabatan yang tinggi justru menyebabkan hidupnya menjadi amat tidak nyaman. Setiap hari ia selalu dihantui rasa cemas bahwa jabatannya akan dicopot apabila ia tidak bisa menyenangkan atasannya, atau apabila tidak berhasil mendapatkan proyek besar yang bisa menghasilkan banyak uang. Bayangkan... dalam mimpi pun masih terus membayangkan pekerjaan dan deadline-deadline yang harus diselesaikan. Apakah hidup seperti itu bisa dibilang nyaman?


Lain lagi dengan pengalaman teman saya yang lain. Ia terlahir dari kalangan bangsawan dengan harta warisan yang tidak habis sampai 10 keturunan. Kekayaan keluarganya tersebar di seluruh Indonesia bahkan sampai ke seluruh dunia di belahan manapun. Apakah ia sudah nyaman dengan itu? Ternyata ia malah lebih nyaman menikmati pecel lele di pinggir jalan yang kumuh dibandingkan makan di restoran megah di hotel berbintang 5 plus! Mengapa? sederhana saja.... ia tidak nyaman dengan lirikan dan kasak-kusuk orang disekitarnya yang memperlakukan ia bak sebutir berlian yang mudah hancur. Dalam pertemananpun teman saya itu seringkali menghadapi dilema untuk bisa menilai apakah seseorang yang memberikan perhatian lebih kepadanya benar-benar tulus melakukan itu, atau karena mengetahui kekayaan yang dimilikinya?


Bagaimana dengan anda? Apakah anda sudah masuk kategori manusia sukses menurut tolok ukur kenyamanan yang saya ceritakan di atas?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun