[caption id="attachment_336340" align="aligncenter" width="620" caption="bbm novi (dokumentasi pribadi)"][/caption]
PING!!!
Tante... Novi mau curhat ;(
Bbm itu muncul tepat waktu menunjukkan pukul 23.45 WIB. Sebenarnya saya sudah siap-siap mau naik ke peraduan. Tapi melihat emoticon yang memelas itu, jadi gak tega. Gadis remaja itu hapal sekali, jam-jam segitu memang biasanya saya masih sibuk dengan laptop....mengetik proposal, mencari inspirasi buat menulis ato mengirim email. Sudah hampir sebulan ini, Novi – nama gadis tersebut sering bbm an untuk sekedar curhat dan minta pendapat.
Novianti (nama panjangnya), gadis seumuran anakku yang sulung. Di samping mereka pernah satu sekolah waktu SMP, mereka pernah dekat alias berpacaran ala ala cinta monyet (menurut pengakuan Novi). Saya sendiri sebenarnya tidak pernah memperhatikan, siapa-siapa saja yang pernah menjadi teman dekat anak saya yang sulung, si Thomi. Tapi hampir semua teman dekatnya (terutama cewek) pasti minta konfirm pertemanan di fesbuk, bbm dan twitter (karena saya tidak punya WA ato LINE). Dan saya hitung sudah sekitar 5 nama cewek abg yang menghiasi fesbuk dan bbm saya.
Saya sendiri belum pernah ketemuan sama Novi, tapi komunikasi lewat bbm dan telpon sudah sering terutama sebulan terakhir ini. Awalnya memang hanya sekedar sapa dan basa basi. Tapi saya kadang kepo kalau melihat statusnya yang sedikit galau dengan emoticon yang sentimentil. Saya coba pancing-pancing, siapa tau mau sedikit berbagi cerita. Sekalian belajar menyelami perasaan gadis yang menjelang remaja, karena kelak saya kan juga akan punya menantu cewek.
Kembali ke cerita Novi. Seperti remaja pada umumnya, dia juga mengalami banyak hal di masa-masa transisi meninggalkan masa remaja menuju jenjang yang lebih dewasa. Dan masalah yang sangat dominan biasanya adalah masalah pacaran, cinta, cemburu serta patah hati. Demikian juga yang dicurhatkan Novi pada saya. Kelihatannya mungkin sepele.
Sebagian orang tua masih menganggap mereka belum cukup dewasa untuk lebih serius memikirkan tentang percintaan. Kesempatan masih panjang dan jangan takut sampai kehabisan stok, karena cewek/cowok masih banyak. Sedang alasan yang paling klise adalah supaya lebih fokus dulu ke pendidikan formal sampai lulus baru memikirkan soal cinta. Kalau yang terakhir sih saya juga setuju dan sangat setuju sekali.
Tapi mereka tidak tahu bahwa ada masalah yang serius yang bisa mengancam jika mereka tidak bisa memahami kemauan dan jalan pikiran anak-anak sesungguhnya. Ketika orang tua tidak cukup punya waktu bahkan tidak mau tahu kalau anaknya sedang dalam masalah. Orang tua sibuk dalam bekerja atau berorganisasi, sehingga cenderung akan terdapat jarak yang tidak disadari dengan anak-anak. Meskipun ada alat komunikasi yang serba lengkap dan modern.
Novi merasa bahwa masalah yang dihadapinya cukup berat, sehingga dia sangat membutuhkan orang yang bisa menampung ceritanya, meredam kecemasannya, mencarikan solusi bahkan mendampingi dia dalam memulihkan kepercayaan diri. Saya tidak akan bercerita atau menjelaskan secara mendetail masalah apa yang dihadapi Novi. Disamping terlalu pribadi serta panjang ceritanya kalau di bahas di sini, saya tidak mau sok pinter, sok bijak atau sok tau. Saya juga tidak mau memojokkan siapapun, karena kondisi dan situasi masing-masing keluarga juga pasti berbeda. Di satu sisi saya bersyukur, bisa menjadi teman berbagi dan menampung keluh kesah dia. Sebagai seorang ibu, wajar kalau semua teman Thomi juga sudah saya anggap sebagai anak sendiri. Nasehat yang saya berikan pun, sama seperti ketika saya menasehati Thomi dan adik-adiknya.
Banyak yang bilang, menjaga anak perempuan lebih sulit daripada anak laki-laki. Saya tidak bisa membandingkan, karena saya tidak mempunyai anak perempuan. Tapi saya sendiri merasa, menjaga anak laki-laki juga membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra besar. Karena anak laki-laki lebih cenderung tertutup dan pendiam. Apalagi 3 anak laki-laki yang mulai beranjak dewasa, dengan berbagai karakter yang berbeda. Saya selama ini sudah mencoba menerapkan hal-hal sebagai berikut yang mungkin bisa dijadikan masukan, yaitu :
1. Menjadi sahabat bagi dia dan teman-temannya.
Dengan tekhnologi yang semakin canggih seperti sekarang ini, tidak ada alasan untuk menemukan kesulitan dalam berkomunikasi. Saya juga memakai semua sosial media untuk melancarkan hubungan dengan anak-anak. Karena anak laki-laki kadang cenderung lebih pendiam, saya bisa membaca mood-nya di status-status yg dia pasang. Beruntung anak-anak saya sangat mudah di ajak komunikasi. Dan mereka cenderung terbuka dalam menyampaikan masalah yang sedang dihadapinya. Tidak jarang, saya juga membantu mencarikan solusi ketika ada sahabat mereka yang sedang tertimpa masalah. Biasanya kami bahas bersama-sama, sehingga mereka juga belajar untuk bisa membantu masalah orang lain.
Saya tidak mau kehilangan waktu sedikitpun untuk tidak dilibatkan dalam setiap masalah yang dihadapi anak-anak saya. Mereka tidak butuh babysitter, bodigat, gadget, kartu kredit atau tabungan yang berlimpah. Mereka tetap butuh sandaran yang nyaman dan tempat untuk berbagi kala tersakiti dan kesepian.
2. Menjalin komunikasi dengan keluarga sahabat-sahabatnya.
Seperti Thomi, sejak SD sampai sekarang dia mempunyai sahabat bernama Tama, yang sudah menjadi keluarga ke 2 nya. Hari-hari apabila dia tidak ada di rumah, bisa dipastikan dia selalu tinggal di rumah sahabatnya itu. Saya merasa aman dan tenang, karena komunikasi serta hubungan dengan keluarga Tama selalu lancar. Begitu pula ketika SMP Thomi menemukan sahabat baru bernama Dicky. Saya sering mengundang mereka untuk menginap di rumah, memasak makanan kesukaan mereka, mengajak nonton, bahkan sering juga mengajak mereka liburan bersama keluarga kami.
Saya selalu ingin dan harus tahu kegiatan anak-anak, dan dimanapun posisi mereka. Itu sudah menjadi komitmen anggota keluarga untuk selalu pamit dan memberitahukan keberadaan mereka. Kalau sampai lupa, tidak mendapat uang saku menjadi sangsi yang cukup menciutkan nyali mereka.
3. Melibatkan dia dalam mengatur rumah.
Jangan salah, mereka bisa sangat excited ketika dimintai pendapat tentang seputar masalah rumah tangga. Misalnya, mereka saya suruh milih warna pagar rumah yang sudah waktunya di cat ulang, bahkan kami cat sendiri secara gotong royong. Kebebasan dalam menata, mengatur dan menghias kamar sendiri....dengan segala pernak pernik yang menjadi hobi dan kesukaannya. Asal tidak mengacak-acak area domestik yang menjadi wilayah saya.
4. Mengerti hobi dan kesukaannya.
Remaja cenderung ingin mencoba berbagai hal. Mereka juga belum mengerti betul resiko dan kerugian apabila mencoba sesuatu yang berefek buruk. Itu juga salah satu tugas orang tua yang tidak enteng, mengingat anak jaman sekarang kebanyakan sudah merasa dewasa sebelum waktunya. Kebetulan anak-anak saya mempunyai hobi dan kesukaan yang hampir sama, yaitu bermusik dan olah raga. Sehingga saya tidak terlalu kesulitan memfasilitasi mereka. Dan saya selalu mengantarkan sendiri ketika mereka mau latihan maupun ada perlombaan.
5. Menghargai pendapat dan pilihannya.
Jangan langsung melarang apabila dia ingin melakukan sesuatu yang baru. Mereka kadang ingin dianggap sudah dewasa dan mampu memutuskan satu kebijakan. Kalau tidak terlalu beresiko, biasanya saya biarkan mereka untuk mencoba. Misalkan ingin les taekwondo atau karate. Saya daftarkan seperti apa maunya, sambil terus memantau antusias dan responnya. Ternyata mereka tidak suka olah raga yang keras, sehingga ketika baru 2 kali latihan sudah gak mau datang lagi. Selanjutnya mereka lebih memilih les futsal, basket dan bulu tangkis.
Begitu juga ketika Thomi memutuskan untuk berkecimpung di dunia musik, dan sekarang mencoba belajar berbisnis. Kami sebagai orang tua mengsupport dan tetap memantau. Dengan tetap mengingatkan kewajiban mereka yang masih harus belajar dan menata masa depan.
Saya beruntung bisa mempunyai banyak waktu luang untuk mendampingi putra-putra saya, sehingga mereka bisa di pantau selama 24 jam penuh. Tips sederhana “ala saya” tersebut, untuk saat ini masih manjur dalam menjembatani hubungan kami. Karena saya yakin, tantangan akan semakin berat ketika anak-anak semakin dewasa.
Tapi paling tidak sebagai orang tua sudah kami tanamkan sejak dini bahwa perhatian dan kasih sayang dari kami tidak akan pernah berkurang, bahkan berlimpah untuk mereka. Sehingga rasa kedamaian dan kenyamanan itu akan mereka dapatkan di rumah, di antara keluarga dan orang-orang yang mengasihi mereka tanpa pamrih.
Selamat Hari Raya Waisak , semoga semua makhluk berbahagia...
Salam hangat untuk anak-anak Indonesia tercinta...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H