Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Khilda Baiti Rohmah : Kartini Muda Yang Ingin Menciptakan Perubahan Lewat Sampah

20 Mei 2015   10:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_418775" align="aligncenter" width="300" caption="Khilda Baiti Rohmah"][/caption]

Perempuan yang menginspirasi saya kali ini mempunyai nama lengkap Khilda Baiti Rohmah. Kelahiran Bandung, 14 Juli 1988 yang merupakan pendiri dari Komunitas SAMPAHKOE. Terus terang saya tidak cukup mengenal beliau. Sejak aktif berkecimpung dalam mengelola Bank Sampah, saya banyak berkomunikasi dengan sesama penggiat komunitas di seputar wilayah Surabaya dan Jawa Timur saja. Sampai akhirnyapun saya memperbanyak referensi segala hal yang berhubungan dengan “persampahan” melalui internet. Suatu ketika saya membaca profile yang cukup menarik di salah satu website : http://indonesia-feature.blogspot.com. Kisah yang menarik, unik dan sangat berkesan. Terutama menggugah semangat saya yang merasa sudah cukup tua untuk melakukan sesuatu. Sehingga kemudian saya memberanikan diri untuk mencari tahu lebih jauh tentang beliau. Dari pencarian di google sampai kemudian saya menemukan fesbuknya, meminta pertemanan, chatting sebentar dan kemudian memberanikan diri untuk mengangkat cerita tentang seorang Khilda yang sejak muda sudah punya komitmen dan kepedulian cukup tinggi terhadap lingkungan.

Cerita di awali sekitar akhir tahun 2006, dimana Khilda bertemu seorang kakek pengangkut sampah. Kakek tersebut bercerita bahwa dia sudah menekuni pekerjaan sebagai pengangkut sampah sudah selama 35 tahun. Dengan penghasilan hanya 350 ribu setiap bulan, dia harus menghidupi keluarga dengan 8 orang anak. Yang kesemuanya tidak bisa mengenyam pendidikan karena tidak ada biaya. Dari sepenggal cerita itulah akhirnya Khilda mencari ide bagaimana membuat kegiatan untuk mengelola sampah tapi yang mampu meninggatkan pendapatan para pengangkut sampah tersebut.

Pada tahun 2007, Khilda masuk jurusan Teknik Lingkungan di Universitas Pasundan Bandung. Keputusannya untuk memilih jurusan itu juga tidak lepas dari kepeduliannya pada masalah lingkungan, khususnya sampah. Sejak itu dia mulai mencari tahu bagaimana cara mengelola sampah yang benar sekaligus memiliki nilai jual. Sedangkan ketertarikan dia pada sampah, ketika dia mengetahui bahwa ternyata ada 3 peran dalam pengelolaan sampah. Yaitu orang yang membuang sampah, orang yang mengelola sampah seperti pemerintah, dan orang yang menggantungkan hidup dari sampah. Dan peran yang ketiga inilah yang justru lebih sering dia temui setiap tempat.

Sebenarnya kepedulian perempuan yang lahir 27 tahun yang lalu itu terhadap persoalan lingkungan khususnya sampah, sudah sejak dia duduk di bangku SMA. Berasal dari keluarga yang sederhana, sebagai anak pertama dari 6 bersaudara itu sudah mandiri sejak SMP (waktu itu dia duduk di Tsanawiyah). Dengan membantu orangtuanya membiayai sekolah ke-5 adiknya, apapun pekerjaan dia coba. Mulai jadi loper koran, buruh percetakan, editor di perusahaan web sampai mengajar privat.

Setiap berkunjung ke satu daerah, Khilda tak jarang juga meminta berkunjung ke tempat pembuangan akhir sampah., karena di sanalah ia dapat belajar tentang sampah. Di sana, ia bisa bertemu dengan banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari mengangkut dan mengambil barang-barang yang masih layak untuk dijual. Saat kuliah, Khilda pun aktif di dunia ‘persampahan’. Saat duduk di semester 1 dan 2, bersama teman-temannya ia berjualan Takakura (salah satu metode pengomposan). Ia juga magang menjadi fasilitator pengelolaan sampah di Cimahi saat duduk di semester 3, lalu di tahun ketiga kuliah, bersama teman-temannya meneliti pembuatan energi alternatif dari sampah. Ia juga membuat pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga bagi dosen-dosen di Fakultas Teknik Unpas.

Sampai pada suatu ketika terbersit untuk mendirikan Komunitas SAMPAHKOE. Dimana sejak awal mendirikan komunitas tersebut, Khilda pun rela menyisihkan 30 persen pendapatan/gaji dari pekerjaannya untuk membiayai kegiatan pengelolaan sampah. Kegiatan komunitas ini berawal di Cimahi ketika ia membantu pengembangan tempat pengelolaan sampah terpadu, dilanjutkan di Sukabumi, bekerjasama dengan dinas kebersihan setempat membina 2 lokasi yaitu di Baros dan Cikundul. Setahun kemudian, program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang ia rintis pun berkembang. Sampah itu ia olah menjadi kompos dan beberapa kerajinan, hingga akhirnya ia bisa meningkatkan gaji pengangkut sampah, dari semula Rp 350 ribu menjadi Rp 650 ribu per bulan. Belakangan, Khilda pun juga mendapatkan pesanan dari Brunei Darrusalam.

Sejak itu, Khilda mengembangkan komunitas pengelola sampah di Cimahi, Bandung, dan Sukabumi yang diberi nama Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Dari semua kegiatannya itu, akhirnya Khilda pun mendapat penghargaan pertama. Yaitu  Ashoka Young Change Award Tahun 2009 di bidang Water and Sanitation.

Pada awal tahun 2010, aktivitasnya di Sampahkoe di liput oleh sebuah media. Ketika artikel pertama tentang komunitas Sampahkoe terbit, seminggu kemudian Khilda dihubungi panitia dari Sampoerna yang mengabarkan bahwa artikel kegiatannya di Sukabumi menjadi salah satu pemenang Sampoerna Pejuang 9 Bintang. Khilda mengaku terkejut karena dia merasa tidak pernah mengikuti kompetisi tersebut. Ternyata wartawan yang meliput kegiatannya itulah yang memasukkan artikelnya ke lomba tersebut. Akhirnya, Khilda pun berhasil menjadi juara Pejuang Lokal Termuda di Bidang Manajemen Lingkungan. Artikelnya sendiri berhasil meraih juara ketiga Penulisan Artikel.

Hadiah yang diperoleh dari lomba tersebut, ia gunakan untuk membiayai kuliah sampai selesai dan sebagian lagi untuk pengembangan TPST. Ternyata,  kerja keras Khilda tak sia-sia. Beberapa tempat binaannya berhasil mendapatkan penghargaan P2WKSS (Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera) tingkat provinsi.

[caption id="attachment_418788" align="aligncenter" width="300" caption="menjadi delegasi Indonesia di Asia Pasific Youth Conference di Seoul, Korea Selatan"]

14320923881936216321
14320923881936216321
[/caption]

[caption id="attachment_418789" align="aligncenter" width="300" caption="ketika menerima penghargaan Tupperware She Can Award tahun 2012 "]

14320924521126075976
14320924521126075976
[/caption]

Jadi total penghargaan yang di raih Khilda sejak dia berkecimpung dalam dunia “persampahan” adalah :

1.Ashoka Young Change Award Tahun 2009 di bidang Water and Sanitation

2.Sampoerna Pejuang 9 Bintang diselenggarakan Sampoerna awal tahun 2010

3.Mahasiswa Berprestasi Universitas Pasundan Bandung tahun 2011

4.Danamon Award 2011

5.Tupperware She Can Award tahun 2012

6.Srikandi Merah Putih dari Indosat tahun 2013

7.Perempuan Inspiratif NOVA 2014

8.Tahun 2013, ia juga terpilih menjadi delegasi Indonesia di Asia Pasific Youth Conference di Seoul, Korea Selatan, dan menjadi muslimah satu-satunya yang terpilih menghadiri konferensi tersebut.

[caption id="attachment_418786" align="aligncenter" width="300" caption="sebagai Perempuan Inspiratif Nova 2014 "]

14320922911542845420
14320922911542845420
[/caption]

Sedangkan kegiatan yang sedang digalakkan Khilda saat ini diantaranya adalah :

1.Tengah mengembangkan beberapa penelitian terkait potensi energi alternatif dari sampah.

2.Membuat beberapa mesin untuk pembuatan energi alternatif tersebut, meskipun masih skala kecil.

3.Mengembangkan program pengelolaan sanitasi terpadu.

[caption id="attachment_418785" align="aligncenter" width="300" caption="Tidak pernah lelah berbagi ilmu dan informasi yang bermanfaat"]

1432092197486353804
1432092197486353804
[/caption]

Bersama beberapa teman-temannya, Khilda berusaha mengumpulkan dana untuk mengajukan permohonan hibah program ke berbagai pihak. Inovasi terbaru yang ia kembangkan bersama timnya adalah ‘minyak sampah’, yakni bahan bakar alternatif dari sampah kulit pisang. Awalnya, ia hanya ingin melakukan tugas penelitian untuk mata kuliah Bioteknologi Linkungan, namun saat itu tidak memiliki modal. Kebetulan Khilda juga sering mengikuti diskusi tentang pengelolaan sampah di Facebook. Dan, di sana ada salah satu pembaca yang tertarik dan mengajaknya untuk mengunjungi penangkaran monyet di mana terdapat banyak limbah kulit pisang. Akhirnya, ia diberikan modal untuk melakukan penelitian dan berhasil. Saat ini, di tempat penangkaran monyet tersebut sampah kulit pisang telah dikembangkan untuk pembuatan bioethanol atau energi alternatif.

Awalnya ketika Khilda menekuni dunia ‘persampahan’ ini, keluarganya sempat heran. Tapi setelah dia menjelasakan panjang lebar terkait program atau kegiatan yang dijalankannya, ahirnya keluarganya pun mendukung. Bahkan Khilda membagi ilmu tersebut kepada sang ayah yang berprofesi sebagai guru PLH. Dan saat ini, ayahnya juga sedang menulis buku pelajaran PLH untuk SD dan SMP. Kakak dari ibunya dia ajarkan membuat beberapa handycraft dari sampah. Khilda yang memiliki hobi membaca dan menulis ini pun sekarang juga sedang menggarap penulisan buku biografi tentang pengalaman hidupnya berpetualang dengan sampah.

[caption id="attachment_418781" align="aligncenter" width="300" caption="Khilda dengan putri kecilnya, Khayla Almeera Maritza"]

14320920461643641451
14320920461643641451
[/caption]

Sekarang, Khilda tengah menikmati peran barunya sebagai seorang ibu dari seorang anak perempuan bernama Khayla Almeera Maritza. Selain kegiatan rutin mengelola komunitas SAMPAHKOE, dia juga harus membagi waktu untuk mengurus anak. Sebisa mungkin semua pekerjaannya dikerjakan di rumah. Atau kalau terpaksa dia harus keluar, putri kecilnyapun dia bawa. Beruntung, suaminya - Genta Yudaswara, selalu mendorong dan memberi motivasi untuk terus berkembang serta menyumbangkan ide-ide cara pengelolaan sampah.

Khilda mengaku, sebenarnya dia masih mempunyai banyak mimpi. Salah satunya adalah ingin membuat kampung sanitasi terpadu. Dengan mengembangkan potensi desa melalui pengelolaan sanitasinya, khususnya sampah. Ia juga ingin belajar mengelola sampah ke berbagai negara. Dia ingin mewujudkan mimpinya agar bisa seperti Kartini yang bisa menciptakan perubahan. Yang jelas, Indonesia masih membutuhkan banyak perempuan-perempuan seperti Khilda. Kepeduliannya terhadap sampah tidak hanya akan membantu kelangsungan hidup lingkungan kita, tapi juga masa depan generasi muda dari lingkungan yang makin tercemar.

Semoga kisah perjuangan Kartini muda dengan nama Khilda Baiti Rohmah ini mampu membangkitkan semangat dan inspirasi dari perempuan-perempuan Indonesia lainnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun