Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Jangan Kasih Uang ke Pengemis, Setuju atau Tidak?

14 Mei 2019   14:20 Diperbarui: 14 Mei 2019   14:54 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benarkah mengemis itu merupakan satu pekerjaan? Karena banyak juga beberapa pengemis yang menjadi kaya raya dari hasilnya meminta-minta setiap hari.

Beberapa waktu yang lalu Satpol PP kabupaten Pati menangkap seorang pengemis bernama Legiman saat dilakukan Razia pengemis, gelandangan dan orang terlantar. Saat digeledah, ternyata Legiman membawa uang 659 ribu dalam bentuk receh. Tentu saja kejadian ini bikin kaget Satpol PP yang menangkapnya. Akhirnya ditelusuri lebih jauh, ternyata Legiman mengaku memiliki banyak aset dari pekerjaan sehari-harinya sebagai pengemis. Seperti tabungan di BRI yang jumlahnya ratusan juta bahkan tanah.

Itu hanya satu dari sekian banyak cerita seorang pengemis terjaring razia. Dan ternyata mereka sedang membawa uang yang jumlah tidak sedikit dari hasil perolehan mengemis setiap harinya.  Dulu di Surabaya juga sangat banyak pengemis dan pengamen yang memenuhi perempatan lampu merah. Tapi setelah peraturan daerah begitu ketat, beberapa tahun ini kota Surabaya sudah bersih. Bahkan tidak ada.  Kalau yang jualan barang dan koran masih ada satu dua. Salah satu dampak dari peraturan pemerintah yang akan menindak pengemis maupun yang memberi.

Akhirnya, banyak pengemis pindah haluan ke perumahan-perumahan. Termasuk di perumahan saya, yang lokasinya di pinggiran kota Surabaya. Tidak hanya satu dua orang dalam sehari "singgah" di rumah. Kadang ketok-ketok pagar atau teriak-teriak supaya tuan rumah keluar. Cukup menjengkelkan.

Dulu saya punya pandangan yang sangat berbeda sama suami. Kalau saya masih sesekali mau ngasih pengemis atau pengamen di setopan lampu merah. Sekali-sekali nggakpapa lah. Karena kayaknya mereka juga orang yang butuh banget bantuan. Tapi kalau suami saya, tidak akan pernah mau ngasih. Bahkan nolak mentah-mentah. Pertama kami masih suka beradu argumentasi. Saya baru sangat memahami ketika dia mengemukakan alasan :

  • Mengajarkan mereka untuk malas, karena dengan meminta mereka merasa bisa mencukupi kebutuhan. Bahkan berlebih.
  • Lebih baik menyalurkan bantuan ke instansi yang sudah jelas dan terpercaya. Sepeti rumah zakat, badan amil, masjid atau rumah yatim piatu.

Tapi kalau musim puasa hingga lebaran nanti, ada tempat-tempat tertentu yang pastinya di penuhi para peminta-minta. Seperti masjid, tempat wisata dan komplek pemakaman. Kalau sudah seperti itu, kita kembalikan pada diri kita masing-masing dalam menyikapi para pengemis musiman itu.

Jadi setujukah kalau kita jangan kasih uang ke peminta-minta?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun