Masih jelas melekat di memori, meski sudah berlalu sekitar 40 tahun yang lalu. Saya masih berumur 4 tahunan, tinggal di kota kecil Madiun. Setiap bulan ramadhan, bapak selalu mendapat tugas spesial dari kesatuannya. Kebetulan bapak seorang TNI AD yang berdinas di Kodim Madiun. Tugas bapak adalah menyalakan "blenggur' atau semacam petasan sebagai penanda sudah masuk waktunya berbuka puasa.Â
Dan suara blenggur itu memang selalu di tunggu oleh masyarakat Madiun dan sekitarnya. Saya tidak ingat persis, kenapa waktu itu tidak menggunakan patokan adzan maghrib. Mungkin karena waktu itu sekitar tahun 1975an, radio bahkan televisi masih langka. Masjid pun tidak semua mempunyai pengeras suara.
Media untuk menghidupkan blenggur itu mirip seperti meriam kecil. Makanya harus tentara saja yang diperbolehkan menghidupkan, karena memang meriam tersebut adalah property dari kesatuan. Pukul 15.00 WIB bapak dan beberapa temannya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Meriam kecil tersebut diletakkan di tengah-tengah alun-alun Madiun. Yang ingin menonton hanya diperbolehkan melihat dari jauh, karena memang cukup berbahaya. Saya sendiri juga berdiri di pinggir alun-alun, terutama kalau sudah waktunya dinyalakan.
Kebetulan lokasi alun-alun persis berhadapan dengan masjid besar kota Madiun. Ada koordinasi dari takmir masjid dan bapak beserta team. Sehingga waktu buka tidak akan meleset dengan waktu maghrib. Semakin mendekati maghrib, sekitar alun-alun akan semakin ramai oleh masyarakat yang ingin menonton. Dan ketika waktunya tiba, semua pada ikutan menghitung mundur.... lima, empat, tiga, dua, satu.....bleeeeemmmmm (begitulah suara blenggur) Â :)
Pekik gembira dan rasa syukur spontan terlontar dari semua yang hadir. Tapi juga ada rasa puas serta bahagia, seperti mendapat tontonan yang menghibur setiap hari. Ya, blenggur tersebut "meletus" selama 30 hari nonstop. Dan itu menjadi tugas bapak setiap hari, tapi saya selalu ikut.Â
Seperti menjadi satu tradisi, blenggur masih sering menyemarakkan setiap bulan ramadhan di kota tercinta Madiun. Saya sendiri lupa, sampai kapan. Karena sejak kelas 1 SD, setiap lebaran saya selalu di kirim ke Kediri untuk menghabiskan masa ramadhan bersama nenek. Seperti yang pernah saya tulis di Kenangan Bersama Nenek yang Muncul di Setiap Ramadhan.
Pasti sahabat Kers punya cerita masa kecil yang seru juga kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H