“Astaghfirullahal adhzim...” ucapnya berulang kali. Yuli menyadari kesalahannya. Tak fatal, hanya saja cukup membuatnya gelisah.
Kenapa juga harus menemukan surat dari Bebe. Kenapa juga harus menghubunginya. Kenapa juga harus bertemu dengannya. Ah, ini salah. Suara hatinya berbicara.
“Astaghfirullah... kok bisa begini”, lagi-lagi dia menyalahkan diri sendiri. Bebe, orang yang pernah dekat dengannya. Ah, masa lalu. Lagian, hatinya sebenarnya sudah tak ada rasa lagi terhadap Bebe. Belum lagi, kisah Devi dan Bebe yang fenomenal, dia tak mau terseret dalam romantika dua insan itu. Lama dia merenung tentang semua kejadian seminggu terakhir.
***
InsyaAllah...insya Allah, lantunan Maher Zain mengalun dari hape nya. Telpon dari siapa? Yuli membatin. Bebe. Diangkatnya.
“Assalamualaiikum?” Sapa Yuli.
“Waalaikumsalam. Lagi apa?” Suara di seberang sana
“Lagi siap-siap ke sekolah, ada apa Be?
“Ntar bisa ketemuan?Ada waktu?” Tanya Bebe.
Hm, cukup. Ada yang salah di sini. Yuli tak mau bertemu dengan Bebe lagi. Kondisi telah berbeda.
“ Maaf Be, aku mengajar full hari ini, aku tak ada waktu. Maaf ya...” Tolaknya.
Hening.
“Ya sudah lain kali saja, kalau kamu ada waktu. Sebelum aku berangkat...aku pengen ngobrol sama kamu. Assalamualaiikum...” tutup lelaki itu.
“Waalaikum salam”. jawab Yuli lirih. Maafkan aku Be...
Ya Allah, janganEngkau uji hatiku lagi Ya Allah. Batinnya lagi. Tidak. Dia tak punya hati lagi untuk Bebe. Yuli pun meraih tasnya, dan dengan berteman Mio nya, dia berangkat ke sekolah.
***
Hari-harinya begitu sibuk, sejak masuk Ramdhan, Yuli di tunjuk menjadi ketua kegiatan Ramadhan Ceria, dimana kegiatannya Pesantren Ramadhan, Siswa Bershodaqoh, Lomba Azan, mengaji, sampai ke kegiatan Nuzulul Qur’an.Lupa sudah dia dengan Bebe dan penantiannya. Kegiatan demikegiatan berjalan lancar. Sampai suatu ketika menjelang peringatan Nuzulul Qur’an, Yuli kebingungan mencari ustadz yang akan mengisi hikmah Nuzulul Qur’an. Sudah hampir sepuluh Ustadz yang dia hubungi, namun semua tak bisa, karena sudah penuh jadwal.Dia terbentur. Teringatlah dia pada sosok kang Hikmat, takmir masjid yang suka berkhotbah dan bertausiyah. Bergegas ia ke masjid mencari kang Hikmat.
Sesampai di masjid, ternyata yang dia cari bersiap untuk azan dzuhur.Dengan sabarnya, Yuli pun bersiap ikut sholat Dzuhur berjamah. Dan dengan sabarnya, setelah sholat, dia mengungkapkan maksudnya kepada kang Hikmat. Dan, Alhamdulillah, kang hikmat pun bersedia menjadi penceramah Nuzulur Qur’an
“Terima kasih kang, atas kesediaanya” Yuli pun mohon diri.
Tiba-tiba, kang hikmat berkata,” Dek Yuli, eh Bu Yuli, ada salam.” Yuli terkejut. Waalaikumsalam. Dari siapa kang? Ketika kang Hikmat mau menjawab, hp nya berbunyi, di lihatnya telpon dari Pak Kades.
“Sebentar yah dek Yuli, dari Pak Kades, soal zakat fitrah...” Kang hikmat menjauh. Yuli pun menanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H