17 Agustus 2011
Pukul 06.00 WIB
Tiba sudah hari yang mendebarkan, 17 Agustus 2011, dimana tugas yang luar biasa akan dilaksanakan. Pengibar bendera di sekolah.
Baju KORPRI telah kukenakan. Suamiku dan aku sama-sama upacara 17 Agustus, namun bertempat di kantor masing-masing. Pukul 06.30 kami pun berangkat.
Sepuluh menit kemudian, sampailah aku di sekolah, kulihat siswa telah ramai berdatangan, guru pun demikian, bahkan Kepala Sekolah duluan tiba.
Pak Azis mengajak kami latihan lagi, gladi bersih. Setelah gladi, mantaflah hatiku, namun jantungku berdebar sangat. Malu sekali, jika gagal menaikkan bendera dengan baik.
“Ayo pak kita berdo’a. sukses, kalau tidak, malu sekali kita, inti acara kan di penaikan bendera merah putih. Kita ini pemeran utamanya...”, gugup sekali aku.
“Bener Bu Yuli, saya ada 3 keponakan di sni, mereka memanggiku dengan “pak de” alangkah memalukannya kalau gagal, mereka sudah pasti mentertawakanku. Malunya...” Ucapnya lirih.
Dan, tepat pukul 07.00 WIB, upacarapun di mulai.
Acara demi acara berlalu, dan “ Sembilan, Penaikan Bendera Merah putih, di iringi lagu Indonesia Raya, dan penghormatan di pimpin oelah komandan upacara.....” Suara BuSri, yang bertugas membawa acara.
Jantungku begitu berdebar. Mulutku tak berhentu berdo’a, Ya Allah mudahkanlah sukseskanlah ya Allah.
Dan, Alhamdulillah, kami begitu kompak, begitu hikmat upacara tadi.....
Sukses.
Sungguh, lega luar biasa setelah menjalakan “misi negara” Hm.... Alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H