Seiring lenyapnya bayangmu ke dalam lorong menuju pesawat itu, aku tahu ada yang hilang dari dalam diriku. Rasa dan kebersamaan yang telah kita jalani beberapa saat yang lalu, dan diskusi panjang tentang impian-impian kita bersama, membuatku semakin yakin ada yang kaubawa bersama kepergianmu.
Hidup ini begitu indah, takkan mungkin kita sia-siakan waktu lebih lama lagi untuk hal yang tak perlu. Aku tahu kau telah memulai sesuatu yang selama ini kau anggap tabu. Aku tahu kau telah mengalahkan dirimu sendiri untuk membuka pintu bagi kita. Seiring berjalannya waktu, akan tiba giliranku melewati jalan itu untuk menemuimu pada titik simpul itu.
Jalan itu sempit, jalan menuju tempat itu licin dan terjal. Hanya orang-orang berani yang mampu melewatinya. Meski masih ada sedikit keraguan tentang semua itu, sedikit demi sedikit aku tetap berusaha menepisnya.
Kini... tak ada lagi hujan badai seperti yang dulu. Tak ada lagi angin kencang yang memporak-porandakan semua itu. Namun semilir angin yang kauhembuskan di depan wajahku, telah membawa hanyut tonggak kokoh tiang-tiang yang menopang rumahku. Kini saatnya kusematkan kembali bunga cinta yang pernah kuambil dari hatimu dulu.
Lupakan hujan badai itu dan tinggallah dalam rumah cinta yang akan kita bangun bersama nanti. Seiring lenyapnya bayangmu di lorong menuju pesawat itu, aku tahu ada yang terbawa masuk dalam tas ranselmu: hatiku!
NB: Kenangan indah seorang sahabat setelah bertemu dan mengikat janji bersama orang yang dicintainya. Semoga abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H