Wacana munculnya duet Mega-Jokowi sebagai pasangan capres-cawapres dari PDIP beberapa hari belakangan ini menuai kontroversi di masyarakat. Â Berbagai kalangan yang semula antusias mendorong Jokowi sebagai calon pemimpin Indonesia ke depan, Â seolah mengalami kekecewaan berat begitu mendengar Jokowi "hanya" akan dicalonkan sebagai cawapres di bawah capres lama yang sudah mulai memudar popularitasnya, Megawati.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa antusaisme masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi sekarang ini mencapai puncak. Â Dari berbagai servei independen manapun Jokowi selalu menduduki peringkat atas. Bahkan dari kalangan internal PDIP sendiri pada saat diselenggarakn Munas di Jakarta, pesona Jokowi sudah menjadi magnet tersendiri bagi peserta Munas. Seolah pencapresan Jokowi dari partai banteng itu tinggal menunggu waktu.
Namun semua hal tersebut nampaknya ditangkap lain oleh kalangan elite PDIP. Â Setidaknya ada dua hal yang dianggap masih relevan menjadi pertimbangan pengambilan keputusan itu. Â Pertama, Jokowi bukan dari trah Soekarno. Â Masih banyak yang beranggapan bahwa PDIP merupakan representasi Soekarno dan ajaran-ajarannya. Â Kedua, kepopuleran Jokowi masih bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak ketidakpopuleran Mega. Â Semua tahu bagaimana "track record" Mega selama menjadi Presiden. Â Adanya Jokowi diharapkan mempu menjadi jembatan keinginan elite PDIP dan kehendak masyarakat banyak. Dalam bahasa kasar dikatakan, Mega mendompleng ketenaran Jokowi.
Dalam waktu dekat akan kita lihat reaksi kalangan eksternal partai. Â Dari kalangan masyarakat yang semula mendukung Jokowi sebagai capres pasti akan kecewa berat dan bisa jadi mengalihkan dukungannya kepada calon lain. Â Namun dari kalangan kompetitor, ini merupakan kabar gembira. Â Kalau selama ini mereka berusaha menjegal lajunya kepopuleran Jokowi dengan berbagai cara, Â dengan perkembangan terbaru ini mereka tak perlu menguras terlalu banyak energi. Â Hampir bisa dipastikan duet PDIP itu bukan lagi menjadi lawan tangguh.
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini antara lain:
1. Â Kalau benar duet Mega-Jokowi akan menjadi duet resmi, maka PDIP akan kembali menjadi pecundang dalam pemilu 2014 nanti.
2. Â Masyarakat yang kecewa akan dibagi menjadi dua bagian besar. Â Pertama, mereka akan memperbesar kelompok golput. Kedua, mereka akan memilih calon lain.
3. Â Tanpa menguras banyak energi, partai lain akan meraup keuntungan besar.
Jadi, kalau selama ini masyarakat masih beranggapan bahwa pemilu mendatang adalah  persaingan antara PDIP dan bukan PDIP,  maka sekarang kesetimbangan sudah berubah karena PDIP sendiri yang memilih menjadi partai pecundang.
Sekedar berbagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H