Bertahap tiap langkah gemerincing, hatikupun tahu hamparan bunga pohon manisrejo berdaun kemerah-merahan. Gaya salammu yang bertutup sapa tipis manis terpampang dalam kabut asmara. Siapapun ingin memetik pipi kemerahanmu. Siapa yang bakal rela bila mimpinya bakal terbangunkan oleh kokok ayam, kecuali dia sedang goblok.
Yang maha dasyat, yang kau harus tahu dan aku sendiri ingin tahu. Yang pasti agar kau utuh yang tidak ditemukan di kawah lain. Tidak tersentuh di dunia, dan dia adalah Blue Fire atau Sang Api Biru. Mata biru alami untuk dilihat, bersinar terang tetapi tidak menyilaukan pandangan. Memberikan jalan terang, tetapi tidak menyesatkan jalan.
Blue fire hanya akan terlihat bagi mereka yang bisa mengikuti cahaya. Tentu saja temukan langkah dari malam. Pahami langit dan pijaki bumi di atas hati, hanya itu untuk mengenal keteguhan blue fire.
Huu...diatas hatiku, diantara sudut malam mencoba memagari aku dengan kantuk. Semilir angin tanpa terasa menamparku halus memeluk. Tapi aku jamin, seluruh malam telah berkumpul di sini, di atas Ijen sekalipun takkan sanggup mengambil niatku.
Lupa..yang jelas aku lupa seberapa dingin Kawah Ijen ini. Lupa pula, seberapa tinggi jalan terjal untuk mendakinya. Apakah 2000ribu atau 3000ribu dari permukaan laut? Bukan bersoalan untuk ditinggalkan.
Dari awal aku bilang tidak perlu selimut ataupun jaket mantel untuk mendekati puncak kawahnya. Itu semua tidak akan ada artinya jika frekuensi nadamu berbeda.
&&&&
Baris terakhir di bait pertama...apakah ini cinta dan apakah ini cita?
Awan di sini aku pastikan teduh. Seteduh tatapanmu dan ketulusan hati abadi. Di sini, nyamanku mampu mengubah dunia. Sebentuk wajah dan senyuman memberi usapan hati. Di sini kutemukan arti kehidupan. Dan itu yang aku nanti hingga membuat aku mengerti itu yang aku cari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H