Gambar bersumber dari Kompas.com. Bagaimanakah cara membunuh kota sebesar Jakarta ini? Sangatlah mudah. Ayo kita keluarkan semua kendaraan kita di jalan. Jakarta akan mati dalam sekejap, sebab tak satupun kendaraan yang bisa lewat. Mengapa? Sebab Jakarta dengan prasarana jalan yang ada sekarang ini, sesungguhnya hanya mampu menampung seper-enam jumlah kendaraan tang ada. Jadi janganlah heran dan mengeluh, kalau tingkat kemacetan pada hari ini, sudah sedemikian parahnya. Sudah lebih dari cukuplah keluhan para pengguna jalan di seluruh Jakarta ini, setiap hari, setiap saat.  Berapakah kerugian yang harus ditanggung watga kota Jakarta yang malang ini, setiap harinya karena kemacetan lalu lintas ini? Tak terbilang. Marilah kita hitung sebagian kecil saja dampaknya: 1. Berapa waktu yang sangat berharga terbuang percuma dalam perjalanan menuju tempat kerja dan pulang kerumah? Kalau waktu tempuh normal 1 jam kita tempuh rata2 dalam 3 jam karena macet, maka waktu yang terbuang setiap harinya adalah 4 jam/orang/hari. Kalau jumlah warga pekerja 4 juta orang, dalam sehari terbuang waktu 16 juta jam. 2. Betapa kelelahan yang harus ditanggung warga karena tambahan 4 jam/hari? Sampai kantor sudah lelah, mesti istirahat dulu. Berapa lagi waktu kerja yang berharga yang tergerus oleh istirahat yang tidak perlu ini? Kelelahan juga mengurangi produktivitas, memperburuk 'mood' di kantor, yang bisa memperburuk suasana di kantor. Pulang dari kantor, sampai rumah juga sudah kelelahan, mungkin tak jumpa lagi dengan anak2 tercinta karena sudah pada tidur, 'mood' untuk bercinta dengan isteri juga hilang. 3. Berapa bahan bakar yang sangat berharga terbuang percuma dalam kemacetan? Bagaimana pengaruhnya terhadap pengeluaran se-hari2? Betapa buruk terhadap keawetan mesin, kopling rem dsb? Betapa dampak buruk terhadap kesehatan warga karena polusi udara? Betapa buruk terhadap upaya penghematan bakan bakar nasional? 4. Betapa buruk dampaknya terhadap perilaku pengguna jalan? Adalah keadaan se-hari2, saling serobot, saling potong, melawan arus lalu lintas, dan pelanggaran2 lalu lintas lainnya, yang akhirnya menambah kesemrawutan dan memperparah kemacetan itu sendiri. Akibatnya yang lebih jauh, semakin tidak amannya keadaan di jalanan. Ini baru empat contoh dampak buruknya saja. Kalau kita kupas semua, tak akan cukup 10 halaman untuk menuliskannya.  Lalu siapa yang sedang membunuh ibukota tercinta ini? Ya siapa lagi kalau bukan orang2 terhormat yang diserahi amanat untuk mengurus kota ini? Ya pemerintahnya, ya lembaga legislatifnya, yang semua digaji oleh rakyat untuk mengemban amana ini. Alih2 mempercantik kota peninggalan penjajah ini, tetapi malah memperburuk kondisinya. Mereka inilah para pembunuh sadis itu.  Kemacetan bukanlah gejala instan, yang 'ujug-ujug' baru terasa sekarang. Kemacetan ini sudah dikeluhkan sedikitnya 20 tahun yang lalu. Terus apa saja upaya mereka selama 20 tahun terakhir ini, sehingga menjadi separah ini? Saya menengarai ini sebagai lalainya para pengemban amanat rakyat itu. Kesalahan yang umum adalah membiarkan keadaan buruk terus memburuk, ataupun mengatasinya dengan upaya2 tambal sulam yang tidak jelas arahnya. Tentu saja ini tidak mengatasi masalah, hingga pada suatu saat sudah menjadi terlambat untuk membenahinya. Persoalan kalau dibiarkan memburuk, akan semakin sulit diatasi, dan membutuhkan biaya yang semakin mahal pula, disamping akan semakin banyak memakan korban seperti sedikit contoh2 diatas.  Oleh karena itu : Wahai para pengemban amanat warga Jakarta, bangunlah dari tidur kalian. Mulailah bekerja dengan sungguh2, demi warga yang menggajimu, demi keluargamu sendiri, demi anak2 dan cucu2mu kelak. Kalau kota kita ini tidak dikelola dengan benar, ia akan mati pelan2, akan semakin banyak jatuh korban, termasuk anak2 dan cucu2mu sendiri. Sekarang belum mati, tetapi kalau dibiarkan begini terus, tak lama lagi akan sekarat dan mati.  Alas Tuwo, 10 Oktober 2010.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H