Dalam sebuah perlombaan dan kalah, kita seringkali akan menuduh lawan bermain curang. Lebih parah lagi, kita akan menuduh panitianya yang curang. Namun jika kita menang, kita akan mengatakan bahwa perlombaan berjalan dengan semestinya dan menjunjung tinggi fair play.
Itu yang terjadi di sekolah saya beberapa tahun yang lalu.
Setiap tahun kami mengikuti kegiatan Jambore Ranting dan tidak pernah sekalipun mendapatkan juara. Jangankan juara 1, juara harapan saja kami tidak dapat. Predikat kami mentok di berharap jadi juara.
Setelah kegiatan selesai, Kepala Sekolah selalu bilang. Bahwa juaranya sudah disetting, sudah diplot oleh panitia untuk sekolah-sekolah besar. Sekolah dengan jumlah siswa yang banyak. Untuk sekolah-sekolah kecil, hanya sebagai penggembira saja.
Hal itu berlangsung bertahun-tahun.
Hingga kemudian, salah satu dari kami mengusulkan, agar persiapan Jambore Ranting dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. 3 bulan sebelum Jambore berlangsung kami sudah melatih anak-anak. Kami juga memanggil pelatih dari luar untuk hal-hal yang kurang kami kuasai.
Hari H tiba, Jambore berlangsung dan kami menggondol 2 piala sekaligus. Juara 2 untuk lomba PBB dan juara 3 lomba K3. Selesai kegiatan itu tidak ada lagi suara bahwa panitia berlaku curang dengan mengkapling pemilik juara.
Tahun depannya kami melakukan hal yang sama dan menang lagi.
Ketika membaca berita di timeline medsos, ada salah satu petinggi partai yang mengatakan jika jagoannya kalah, berarti KPU curang dan siap menggerakan people power. Saya teringat dengan kejadian di atas dan tersenyum sendiri.
Nampaknya beliau perlu belajar pada kami.