Mohon tunggu...
Khoirudin
Khoirudin Mohon Tunggu... Penjahit - Orang biasa

Hanya orang biasa, tidak lebih dan tidak kurang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Ada Lagi Pemikiran Santri Vs Mahasiswa

6 November 2017   11:41 Diperbarui: 6 November 2017   14:58 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tergerak menulis topik ini karena dua alasan. Pertama, ada status facebook yang nongol di beranda saya. Penulisnya seorang santri di lingkungan Ponpes tempat saya mengajar. Isinya tentang santri vs mahasiswa. Di statusnya tersebut, seolah-olah santri dan mahasiswa adalah dua makhluk yang saling bermusuhan, berlawanan dan harus dibenturkan. Alasan kedua, di bulan lalu, Oktober, peringatan Hari Santri Nasional dihelat. Gaungnya masih terasa.

Agar tidak terkesan condong ke salah satu pihak, ijinkan saya memperkenalkan status kesantrian dan kemahasiswaan saya. Saat masih SD saya juga ngaji di Madrasah Diniyah Awaliyah. Ketika SMP saya melanjutkan ngaji di Madrasah Diniyah Wustho. Ketika SMK saya nyantri di sebuah pondok pesantren di kota Batang, Jawa Tengah, sampai lulus. Ketika kuliah saya juga nyantri di salah satu pesantren di daerah Mangkang Kulon Semarang, dilanjutkan dengan nyantri di salah satu pesantren di Kudus. Untuk yang terakhir status saya santri kalong. Jadi sepanjang usia sekolah, saya juga menyandang status sebagai santri.

Di tengah uforia adanya Hari Santri Nasional, sering kali ada santri pemula jaman now yang sedang mencari jati diri dan akhirnya memilih pembanding agar kelihatan berbeda. Dalam kasus yang lebih parah, pembanding ini kadang diposisikan seolah-olah sebagai lawan. Nah, kaum yang sering dijadikan pembanding santri adalah mahasiswa. Misalnya pada kalimat ini, kalau memilih istri / suami mending yang santri sebab bla bla bla, jangan mahasiswa sebab bla bla bla, oleh karena itu bla bla bla.

Wahai para teman santri, lupakah kita bahwa pendidikan islam terbesar dan tertua di dunia, mungkin juga yang terbaik ada di perguruan tinggi. Stop, jangan sewot dulu, dimanakah itu gerangan? Universitas al Azhar Kairo Mesir. Para Ulama besar kita, panutan kita, rata-rata (tidak semua) adalah jebolan universitas tersebut. Dengan kata lain, sebelum beliau-beliau menjadi seorang Kyai, sebelumnya beliau adalah seorang mahasiswa. Tapi kan sebelumnya nyantri juga di pesantren Indonesia. Betul banget. Itu yang ingin saya sampaikan, mereka santri sekaligus mahasiswa. Jadi santri dan mahasiswa bukanlah lawan yang harus di vs-kan. Tetapi dua entitas yang bisa disatukan.

Sebut saja Gus Dur, Gus Mus, blio berdua merupakan lulusan Universitas al Azhar. Atau yang sedang ngetren di jaman now, ustadz Abdul Shomad, blio juga lulusan universitas al Azhar. Jangan lupa, mas Azzam yang akhirnya menikah dengan Anna Althafunnisa, putri dari seorang Kyai terkenal juga kuliah di Universitas al Azhar. Kalau yang ini cuma cerita di film Ketika Cinta Bertasbih ding, tetapi pengarangnya, kang Habiburrahman El Shirazy adalah jebolan universitas al Azhar.

Mari kita tengok sejarah. Universitas al Azhar didirikan pada tahun 900an Masehi oleh Dinasty Fatimiyah. Walisongo menyebarkan agama islam di Nusantara pada tahun 1400an masehi. Jadi Universitas al Azhar sudah ada ratusan tahun sebelum Wali Songo menyebarkan islam di tanah Jawa. Menurut sejarah, 6 dari 9 Walisongo berasal dari Timur Tengah. Kira-kira, ada ndak ya Walisongo yang pada masa mudanya menuntut ilmu di Universitas al Azhar? Wallahu a'lam. Tetapi kalau melihat daerah asal usul Walisongo tidak jauh dari Mesir, mungkin kok ada ya. Kalimat terakhir ini bukan fakta sejarah, hanya opini penulis. Perlu penelitian mendalam untuk membuktikannya.  

Dari tadi kok al Azhar terus, ada ndak yang dari dalam negeri? Weladalah, bunyak banget. Mulai Sekolah Tinggi Agama Islam, Institut Agama Islam hingga Universitas Islam. Menurut situs diktis.kemenag dot go dot id, jumlah Perguruan Tinggi Islam negeri seluruh Indonesia ada 57 buah. Jumlah Perguruan Tinggi Islam swasta ada 698. Artinya ada 755 perguruan tinggi islam di seluruh Indonesia. Saya punya keyakinan, bahwa sebagian besar dari mahasiswanya adalah santri, mantan santri, atau minimal mambu santri. La kok tahu? Ya tahu, lawong saya dulu salah satu mantan mahasiswa perguruan tinggi islam tersebut. Jadi saya kenal betul latar belakang teman-teman saya.

Oh ya, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali yang lebih dikenal sebagai Imam  Ghazali, yang karya besarnya kitab Ihya Ulumudin menjadi rujukan mayoritas pesantren di Indonesia. Mampu mengkhatamkan kitab Ihya merupakan pencapaian tertinggi para santri. Beliau adalah seorang Rektor Madrasah Nidzmiyah di baghdad. Sebuah perguruan tinggi ternama pada jaman Dinasty Abbasyiyah. Loh, beliau kan rektor, bukan mahasiswa. Rektor kan embahnya mahasiswa.

 Harapan ke depan, tidak ada lagi tulisan-tulisan hoax yang membenturkan antara santri dengan mahasiswa. Santri dan mahasiswa sama-sama pencari ilmu. Santri dan mahasiswa sama-sama generasi penerus bangsa. Santri dan mahasiswa bahkan bisa jadi satu orang yang sama. Pada kesempatan lain, santri dan mahasiswa bisa juga menikah, jika berjodoh dan berbeda jenis kelamin tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun