Salam kenal Kompasioner, sudah 2 tahun menjadi pembaca kompasiana dan baru sekarang berani ketak ketik di halaman ini.
Mengamati berita di berbagai media tentang survey-survey capres, konvensi partai dan riuh rendah panggung drama politik menggelitik untuk menganalogikan dengan kehidupan dibalik panggung drama pertunjukan teater.
Negeri ini punya satu gedung pertunjukan yg dianggap paling bergengsi dan salah satu yang terbesar bernama Gedung Kesenian Jakarta (pilpres ) dan punya beberapa gedung pertunjukan lain yang lebih kecil (pilkada) serta kelompok-kelompok seni pertunjukan teater (parpol). sebagai grup kesenian tentunya parpol sangat memerlukan panggung untuk mementaskan pertunjukan dengan membawakan naskah cerita baik yang autentik, saduran maupun daur ulang bahkan jiplakan dengan harapan akan menarik minat penonton datang menyaksikan baik di panggung kecil maupun akbar.
Membayangkan analogi tersebut maka saat ini grup-grup kesenian (baca:parpol) sedang berlomba-lomba menyiapkan naskah cerita, setting panggung, casting pemain, crew pendukung, konpress dan sebagainya untuk merebut salah satu-dua panggung bahkan kalo memungkinkan merebut panggung terbesar dalam mementaskan pertunjukannya.
Grup grup tersebut digawangi oleh aktor-aktris besar kawakan kelas nasional bahkan (mungkin) dunia (Sby,jk, arb, w, dll) yang sudah mengecap manis getirnya dunia panggung pertunjukan dengan berbagai genre, dengan berbagai siulan dan tepukan maupun lemparan tomat dan telor busuk sekalipun...mereka sudah kenyang.
Saat ini aktor-aktor kawakan tersebut sedang sibuk di grup masing-masing menyiapkan naskah cerita baik yang lucu, menarik, dramatis ataupun sumbang untuk disajikan di pertunjukan panggung besar, tapi tampaknya mereka lupa bahwa sehebat apapun seorang aktor mereka tetap butuh panggung. Panggung besar yang mereka duduki sekarang telah carut marut, rusak oleh ulang para pemainnya sendiri sehingga penonton berduyun-duyun meninggalkan kursinya sebelum pertunjukan tuntas dimainkan.
Disaat yang bersamaan ada seorang aktor pendatang baru berbakat (Jokowi) sebagai aktor utama yang sedang sibuk bermain drama di sebuah panggung yang sedikit lebih kecil namun cukup menarik minat penonton untuk membeli tiket minimal ngintip dari lobang pintu atau memanjat pohon demi melihat sang aktor bermain. dibantu oleh seorang pemeran pembantu yang tidak kalah berbakatnya (Ahok) dengan berbagai naskah berjubel yang tak ada habisnya untuk di pentaskan, mulai dari pkl, banjir, macet, mrt, tenabang, pluit, rusun, kjs, kjp dan masih banyak lagi naskah cerita yang tak akan habis dimainkan sampai 2 generasi.
Dengan segala hormat untuk sang sutradara (Megawati), anda telah melahirkan aktor-aktor muda berbakat yang akan mengisi panggung-panggung pertunjukan di tanah air dan salah satu yang paling berbakat (jika diijinkan) bakal segera merebut panggung terbesar  dan bagi aktor senior inilah saatnya anda semua untuk (maaf)...jadi penonton !
Salam Kompasioner
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H