Mohon tunggu...
Satya Servi Yunianto
Satya Servi Yunianto Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

Berita politik, hukum, ekonomi Dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Data Orang Miskin Masih Amburadul

1 Januari 2025   16:29 Diperbarui: 1 Januari 2025   16:29 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Banyak orang pinter di Indonesia. Sumber daya alam kita melimpah ruah. Tapi, mengapa masih banyak orang miskin di negeri kita??

Orang miskin seakan hanya menjadi obyek. Ribuan trilyun telah digelontorkan oleh negara. Namun, orang miskin tetap masih banyak. 

Banyak lembaga negara yang "memperebutkan" program bagi orang miskin. Seakan, warga miskin menjadi "barang seksi" untuk dikelola. 

Mulai dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Sosial, BKKBN, Badan Pangan,  Kementrian Kesehatan dan banyak lagi. Mereka punya data sendiri-sendiri dengan karakteristik mereka. Namun yang pasti, selalu ada kaitannya dengan orang miskin. 

Banyaknya lembaga negara yang 'ngurusi' orang miskin, membuat jumlah keluarga miskin kian banyak. Sayangnya, banyaknya lembaga negara yang ngurus, penanganan kongkrit pada orang miskin kian amburaful. 

Data keluarga miskin dari tiap lembaga pasti tidak sama. Mereka punya karakteristik penilaian orang miskin dari sudut pandang lembaganya. Variabel yang digunakan akan 'disesuaikan' kebutuhannya

Belum lagi, pemerintah daerah yang mengaku punya inovasi atau terobosan dalam penanggulangan kemiskinan. Hal ini kian memperparah carut marutnya data kemiskinan di Bumi Pertiwi.

Baru saja kita dengar di media sosial, salah satu pelaku korupsi trilyunan rupiah (Harvey Moeis) ternyata BPJS nya masih dibayari pemerintah. Ini tentu sangat memprihatinkan. Seakan mencobek dan menyayat hati orang yang benar-benar miskin, tapi tidak terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS.

Pengalaman yang hampir sama, juga terjadi di Ngawi Jawa Timur. Seorang janda, tapi direktur sebuah PT. Kontraktor besar juga terdaftar sebagai penerima beras dari Badan Pangan Nasional. Sementara keluarga yang semestinya dapat, malah terlewatkan. Kejadian ini tentu saja bukan kebetulan, tapi masif di beberapa daerah. 

Tumpang tindih penanganan orang miskin tentu tak akan menghasilkan outcome yang baik. Lebih parah lagi di saat ini jumlah kementrian kian banyak. Si seksi 'keluarga miskin' kian banyak lembaga meliriknya. Pasti kian amburadul. 

Saat ini, saya hanya berharap, tokoh seperti Budiman Sujatmiko yang dikhususkan 'ngurusi orang miskin',  sebagai kepala badan percepatan penanggulangan kemiskinan bisa bekerja sesuai harapan rakyat. Benahi dulu Bang BS, Baru kerja.. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun