Macet. Satu hal yang tidak bisa dihindari oleh masyarakat di kota-kota besar. Jakarta salah satunya. Jumlah volume kendaraan yang tidak sebanding dengan luasnya jalan, dituding menjadi penyebab macet. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Tahun 2017 saja, jumlah kendaraan mencapai 138.556.669.
 Rinciannya, mobil penumpang 15.493.068, mobil bus 2.509.258 dan mobil barang 7.523.550. Sementara, jumlah sepeda motor mencapai 113.030.793. Jumlah ini, tentu saja terus bertambah di tahun 2019.
Memang, kemacetan masih menjadi momok bagi masyarakat ibu kota. Sampai-sampai Jakarta masuk ke dalam daftar kota termacet di dunia. Negara lain di kawasan ASEAN yang memiliki tingkat kemacetan seperti Jakarta adalah Bangkok.Â
Jakarta duduk di urutan keempat sebagai kota termacet di dunia. Diperkirakan jika kita mengemudi di jam sibuk, 63 jam terbuang sia-sia karena kemacetan. Tujuh hari dalam seminggu, tercatat ada beberapa hari yang lebih macet dari biasanya.
Tomtom Traffic Index merilis data kemacetan di Ibu Kota Jakarta. Kemacetan parah dalam data TomTom Traffic terjadi pada pagi (07.00-08.00 WIB) dan sore (17.00-18.00 WIB). Pagi hari kemacetan paling parah terjadi pada Senin. Setiap hari Senin, kemacetan di jalanan Jakarta bertambah hingga 68 persen. Artinya, jika kita biasa pergi ke kantor selama satu jam (60 menit) harus membuang 40,8 menitnya di jalan. Kalau hari Senin jadi yang paling macet, hari Jumat dalam data TomTom menjadi yang paling 'lengang' di pagi hari.
Rata-rata setiap Jumat pagi, waktu ekstra yang dibutuhkan pengemudi di Jakarta hanya 58 persen. Atau jika waktu tempuh ke suatu tempat hanya satu jam, maka pada hari Jumat waktu tambahannya adalah 34,8 menit.
Waktu tempuh akibat kemacetan Jakarta di sore hari lebih panjang daripada di pagi hari. Kemacetan sore hari paling parah terjadi pada hari Kamis. Kamis sore waktu tempuh perjalanan bertambah hingga 98 persen. Misalnya biasa pulang ke rumah hanya butuh waktu satu jam alias 60 menit, namun karena macet maka waktu tempuh menjadi 118,8 menit.
Untuk mengatasi hal tersebut, rekan saya biasanya mensiasati kemacetan dengan menggunakan sepeda motor. Dengan sepeda motor, menurut Baskara lebih cepat sampai ketimbang menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil. Menggunakan sepeda motor bisa melalui 'jalan tikus' yang tidak bisa dilalui kendaraan lain.
Baskara menceritakan, ia sendiri sengaja menggunakan sepeda motor, selain bisa tiba lebih cepat juga mensiasati hematnya bahan bakar.Â
Mungkin bila dibandingkan dengan tenaga, konsumsi bahan bakar untuk sepeda motor yang ditungganinya sebenarnya terbilang ideal.Â
Tapi, dengan kondisi lalu lintas tak menentu alias macet maka konsumsi bahan bakar yang tinggi bisa jadi bumerang bagi dirinya. Alias menguras dompet.
Bahan bakar hanya mengucur deras dan terbakar percuma karena tenaga dari mesin tidak terpakai secara optimal. Ini sama saja membuang uang dengan percuma.Â