Â
Oleh. Dharmodumadi
Memahami hidup kita sehari-hari, memang sungguh melelahkan. Kondisi senang-sedih, kepuasan dan keluh-kesah, bahagia-menderita, silih berganti tiada henti. Betapa sempitnya dunia ini, jika hidup kita diisi dengan berbagai keluh-kesah dan kegelisahan yang tak pernah berujung. Bagi sebagian besar kita yang senang mengeluhkan berbagai peristiwa, tidak akan pernah menemukan kebahagiaan. Tapi, kita yang mampu mensyukuri berbagai peristiwa hidup, maka kebahagiaan akan selalu hadir di dalam hidup kita.Â
Sebagian besar kita, jika mengalami kegalauan alias penderitaan, kita akan mencari sesuatu yang akan menyenangkan diri kita. Padahal sesuatu yang menyenangkan alias membahagiakan hanya bisa kita temukan pada saat menerima penderitaan itu sepenuh jiwa. Bukan mencari lawan dari kemenderitaan itu. Begitu pula, ketika kita sedang mengalami kebahagiaan, kita menganggap bahwa ia akan ada selamanya dalam hidup kita. Padahal kebahagiaan maupun penderitaan itu akan selamanya silih-berganti. Oleh karena itu, lebih elegan jika kita mampu mensyukuri semuanya itu, sebagai upaya memperoleh berkah dan hikmah atas penderitaan dan kebahagiaan yang kita alami ?!.Â
Menurut ajaran agama penderitaan itu adalah teguran dari Tuhan. Penderitaan ada yang ringan dan berat. Sebagai contoh, penderitaan yang ringan adalah ketika seseorang mengalami kegagalan dalam menggapai keinginannya. Sedangkan contoh dari penderitaan berat adalah ketika kita mengalami peristiwa yang menyakitkan dalam hidup hingga kita merasa begitu depresi, sampai-sampai ingin mengakhiri hidup ini.
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta yaitu dhra yang artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tapi juga memberikan penderitaan atau kesedihan yang mengandung hikmah agar manusia sadar untuk tidak memalingkan diri dari-Nya. Penderitaan juga berfungsi untuk mengingatkan manusia bahwa ada kekuatan yang tersembunyi di balik penderitaan itu, yakni : Allah Swt.
Kita, manusia memang ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai makhluk yang sarat dengan kebutuhan dan keinginan. Mulai dari kebutuhan akan makan-minum atawa fisik, rasa aman, dicintai, dihargai, dan sebagainya. Ketika keinginan atau kebutuhannya tidak terpenuhi, maka timbul masalah di dalam diri kita. Setiap orang yang hidup di dunia tentu akan dihadapkan pada masalah, baik itu masalah besar maupun kecil. Mulai dari masalah yang sederhana sampai yang rumit. Bagaimana cara menyikapi masalah yang muncul tersebut ? Dalam surat Al Insyirah ayat 1-8, Allah memberikan pesan-pesan dan ajaran bagaimana cara yang paling elegan dalam menghadapi penderitaan pada diri kita. Berikut ini makna pesan dan ajaran dari surat Al Insyirah tersebut, yaitu :
- Allah SWT mengingatkan kepada kita, bahwa Dia telah memberikan nikmat yang jumlahnya tiada terhitung. Hanya saja kebanyakan kita tidak menyadari atau lupa ketika mendapat nikmat. Sebaliknya, jika kita mendapatkan sedikit kesulitan saja atau masalah, kita pasti sigap menyadarinya, bahkan tak henti-hentinya mengeluh. Perlu diketahui, bahwa ketika kita sedang mengeluh, maka kita lupa bahwa seakan-akan kita tak pernah mendapatkan nikmat atawa kesenangan sama sekali.
- Setiap masalah pasti ada penyelesaiannya, setiap kesulitan tentu ada jalan keluarnya. Oleh karenanya kita diperintahkan untuk terus berusaha mencari jalan keluar yang paling baik ketika mendapatkan masalah. Kita dilarang berputus asa, misalnya ketika ada masalah, justru malah melakukan tindakan yang merusak diri sendiri atau bahkan sampai bunuh diri. Hal ini tidak menyelesaikan masalah, malahan menambah masalah. Cara sederhana untuk sampai pada solusi terbaik, adalah dengan berzikir, beribadah, introspeksi diri, apa yang masih kurang, mohon ampun kepada Allah Swt dan memohon agar segera ditunjukkan jalan keluarnya.
- Ketika telah selesai menyelesaikan suatu pekerjaan, maka dengan segera lakukanlah pekerjaan yang lain. Hal ini mengisyaratkan, bahwa kita diperintahkan untuk menjadi umat yang rajin bekerja dan kreatif, tidak menjadi umat yang pemalas. Kita diperintahkan untuk bekerja keras, tekun, gigih, dan ulet, sehinga tidak hidup kekurangan, bahkan kalau bisa membantu orang lain.
Dengan demikian, kita bisa menyadari bahwa kita memang membutuhkan penderitaan, agar kita mampu menikmati kebahagiaan. Kita juga membutuhkan penderitaan agar kita tak melupakan Tuhan. Satu lagi dech, kita butuh penderitaan agar kita juga tidak menjadi sombong dan sewenang-wenang kepada orang lain. Itu aja ?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 06 Juli 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H