Mohon tunggu...
Mbah Dharmodumadi Purwalodra
Mbah Dharmodumadi Purwalodra Mohon Tunggu... Dosen - Mati sa'jroning urip iku kudu dilakoni, kanggo ngunduh kamulyan.

Simbah mung arep nulis, sa' karepe simbah wae, ojo mbok protes. Sing penting, saiki wacanen ning ojo mbok lebokke ning jero dodo, yooo ?!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hujan yang Melarutkan Rinduku

29 Januari 2017   22:30 Diperbarui: 26 Oktober 2023   11:20 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Mbah Dharmodumadi Purwalodra.

Aku yang sedang larut dalam bising kota ini, tak lagi mampu menarik diriku kembali ke masa lalu, meski semua persoalan hidup yang menghimpitku saat ini berdesakkan mencuri perhatianku. Mereka yang kurindu, menempelkan senyumnya dipipiku dan memelukku dalam kehangatan fikiran dan jiwaku, di setiap ranjang malammu. Matamu yang bulat dan bentuk tubuhmu yang juga hampir bulat, adalah sosok kerinduanku dalam temaram kamar ini, yang nyaris tanpa cahaya.

Kadang sesekali ingin kulupakan indahnya senyum yang kau hambur-hamburkan ditengah hembusan angin kampung. Bercanda, berlari, dan menggelitikkan keinginan-keinginan yang kalian harapkan dariku, di sini. Ada suara nafas yang tak bisa kutulis, ada tatapan mata yang tak bisa kurasakan lagi disini. Do’aku selamanya, kau tak akan pernah merasakannya seperti aku disini. Mencari susuatu yang sebenarnya tak pernah kumengerti. Hanya pesan yang bisa kutinggalkan, baik-baiklah kalian disana untuk waktu yang belum ada batasnya.

Bagai angsa yang indah, ayunan sayap dan kaki-kakiku mungkin membawa banyak pesona bagi dunia di dekatku, namun apalah artinya semua ini, jika kalian tak mampu melihatku bahagia. Mungkin saja persediaan senyum yang kalian berikan padaku, pada liburan lalu sudah semakin menipis, atau gambar tawamu yang masih ada dalam relung hatiku semakin pudar, bersama gemericik hujan dan rutinitas yang kujalani. Hingga aku sulit menemukan lelap tidurku. Akupun sulit menemukan damai pikiranku.

Malam ini, bersama gemercik hujan, ada sisa rindu yang menempel di dinding sanubariku. Ada sisa lelahku yang terhempas angin kehidupan kota yang lembut, tapi tak ramah ini. Semoga saja kalian tak sedang sepertiku, yang menerawangmu dari sudut-sudut sempit pikiranku. Tak sedetikpun, aku menghendaki pikiran kalian terjaga hanya untuk diriku. Aku hanya ingin mengucapkan, “selamat tidur sayang.”

Seperti purnama kemaren, aku mengkuatirkan kalian bermain tanpa waktu. Hingga dengkur tidurmu menarik semua peristiwa yang pernah kualami, bersamamu. Aku mengerti, ketika gambar visualmu masih jelas menangkap semua peristiwa hidup kita, kuharap kalian tak menyimpannya dalam album kehidupanmu. Aku ingin membakar sama-sama peristiwa pahit itu, dan kita kubur sebagai sesuatu yang tabu untuk kita ingat-ngat lagi. Melupakan semua peristiwa itu, adalah jalan paling damai dan melegakan. Semoga kita bisa bersama, selamanya, tanpa pernah mengingat apa yang terjadi dalam hidup kita itu?!

Sekali lagi, dan seterusnya, aku hanya bisa menduga-duga, apakah keras kepalaku menjadi awal semua bencana ini. Ataukah memang sudah kurencanakan sebelumnya, tanpa kumengerti dan tanpa kusadari, mungkin ini rencanaku sendiri. Hanya aku dan Tuhan yang tahu. Hanya aku yang merencanakan itu, dan cuma aku yang menjalani hidup ini hingga terdampar lagi di Kota ini.

Seiring dengan larutnya semua kerinduanku, ingin kubisikkan ditelinga kalian berdua, sebelum lelap tidurku nanti, jangan kuatirkan aku, jangan lagi takut mengepalkan tangan kananmu untuk hidup kalian sendiri, dan jangan kalian membenci peritiwa yang pernah sama-sama kita alami .... Aku, Ibumu yang jauh dari tatapanmu ?!.

Bekasi, 29 Januari 2017

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun