Oleh. Mbah Dharmodumadi Purwalodra.
Sebuah organisasi, baik yang berorientasi profit atau bukan, merupakan alat untuk mencapai tujuan bagi orang-orang yang berhimpun di dalamnya. Mereka membangun kerjasama dan kebersamaan, membagi-bagi habis pekerjaan beserta wewenang dan tanggungjawabnya, menyusun rencana, lalu melaksanakannya dengan sumberdaya yang ada, disiplin dan kerja keras. Inilah sosok organisasi yang selalu dibangun untuk mencapai apa yang dicita-citakan, dan kehendak mulia dari orang-orang yang ada di dalamnya. Dalam jangka panjang, syukur-syukur, melahirkan budaya organisasi yang mampu menopang pilar-pilar proses organisasi, untuk terus hidup, berkembang dan maju.
Di zaman informasi dan teknologi maju sekarang ini, organisasi tumbuh bukan lagi di dasarkan kepada kekuatan finansial belaka. Tapi, kekuatan informasi yang berdiri kokoh diatas teknologi, yang akan memberi kekuatan bagi setiap organisasi untuk bisa bertahan hidup, menghadapi berbagai terpaan perubahan, tanpa bisa diprediksi kepastiannya. Oleh karena itu, dalam jangka pendek, organisasi harus menjaga produktivitasnya, tetap efisien dan mampu memberi kepuasan serta kebahagiaan kerja bagi seluruh anggota organisasinya.
Kelangsungan hidup organiasi sangat tergantung dari rasa bahagia seluruh anggota yang berhimpun di dalamnya. Aktualisasi diri menjadi perilaku yang sangat berarti, jika kebahagiaan anggota ini menjadi tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjangnya. Ketika organisasi tidak mampu melahirkan kebahagiaan, maka organisasi itu akan cepat-cepat ditinggalkan, atawa pemimpinnya tidak akan memperoleh emphati lagi dari anggotanya.
Setiap organisasi selalu memiliki dua tipe anggota atau pekerja, yaitu : orang-orang yang terdorong untuk senantiasa mengembangkan dirisecara bersemangat, dan orang-orang yang selalu tunduk pada situasi eksternal dirinya sendiri.
Orang-orang yang selalu terdorong untuk mengembangkan dirinya, adalah mereka secara alamiah sudah memiliki daya (kekuatan) untuk mengembangkan diri, dan mampu memberikan inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Orang-orang semacam inilah yang perlu kita temukan untuk bekerja didalam organisasi. Namun sayangnya jumlah mereka amat sedikit. Sementara, mayoritas pekerja organisasi  adalah orang-orang yang tunduk pada situasi eksternal dirinya. Mereka mudah menyerah pada sulitnya situasi. Mereka pesimis, bahkan apatis. Sayangnya karakter semacam ini pun juga sangat mudah beresonansi alias menular. Bahkan orang-orang yang bersemangat tinggi untuk mengembangkan diripun, mudah tertular karakter ini, jika mayoritas teman-temannya memiliki karakter tersebut.
Namun demikian, kita masih punya harapan. Manusia adalah mahluk sejuta kemungkinan, maka mereka bisa berubah. Para pemimpin organisasi bisa menciptakan kultur organisasi yang mendorong setiap pekerja untuk berkembang, dan berkarya secara bersemangat untuk organisasi, serta untuk diri mereka sendiri. Masalahnya bukan tidak adanya kemampuan, tetapi apakah para pemimpin organisasi memiliki kehendak untuk menciptakan kultur organisasi semacam itu ?
Jika jawabannya adalah ya, maka, menurut Spreitzer dan Porath, ada empat pilar yang penting untuk diciptakan. Pertama, adalah ruang untuk membuat keputusan melalui pertimbangan pribadi. Yang Kedua adalah penyebaran informasi yang merata dan adil. Ketigaadalah adanya peraturan-peraturan organisasi yang dijalankan untuk menjamin hubungan yang beradab antar manusia di dalam organisasi. Dan terakhir, adalah adanya upaya untuk memberikan kritik dan saran pada kinerja masing-masing anggota atawa pekerja.
Perlu diingat, bahwa empat pilar diatas harus dilakukan secara simultan atawa berbarengan, tidak bisa satu per satu. Misalnya, orang tidak akan bisa membuat pertimbangan-pertimbangan yang matang di dalam memutuskan sesuatu, jika ia tidak memiliki informasi yang diperlukan. Kritik dan saran juga bisa menjadi sia-sia, jika diberikan dengan menggunakan cara-cara yang tidak beradab. Jadi keempat hal tersebut harus secara bersamaan dikembangkan, guna menciptakan budaya organisasi yang mengembangkan dan membahagiakan semua pihak di dalamnya.
Selanjutnya, organisasi haruslah memiliki nilai-nilai yang melandasi aktivitasnya. Salah satu nilai yang amat perlu diperhatikan adalah nilai keberadaban di dalam organisasi tersebut. Menurut penelitian yang dibuat oleh Christine Pearson di berbagai perusahaan multinasional di dunia, organisasi yang tidak memperhatikan keberadaban interaksi antar pekerja di dalamnya akan mengalami kerugian yang amat besar. Lebih dari 50% pekerjanya akan secara sengaja menurunkan kualitas kerja mereka. Dua pertiga dari pekerja yang ada cenderung menghindari hubungan langsung dengan orang-orang yang mereka anggap telah bersikap tidak beradab pada mereka. Secara statistik seluruh kinerja pekerja di organisasi tersebut menurun.
Apa contoh dari sikap tidak beradab? Misalnya anda menghina atawa tidak menghargai hasil kerja pegawai anda, tanpa sebelumnya memberi petunjuk yang memadai. Atau jika anda menghina atawa meremehkan pendapat pegawai anda yang sebenarnya berniat baik untuk membantu mencarikan solusi atas permasalahan yang ada. Juga ketika anda memaki bawahan anda di depan teman-temannya.