Mohon tunggu...
MBagas AghniyaFirnuansyah
MBagas AghniyaFirnuansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya adalah mashasiswa semester awal di salah satu PTN di Jabodetabek mempunyai minat di bidang otomotif dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kenaikan BBM yang Meresahkan

18 September 2022   17:35 Diperbarui: 18 September 2022   17:37 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Sebenarnya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sudah menjadi hal yang lazim di Indonesia  dari mulai rezim terdahulu hingga rezim yang sedanf berkuasa saat ini, yang menjadi masalah adalah Ketika kenaikan BBM disaat ekonomi baru bangkit dari keterourukan ditambah lagi saat harga minyak dunia sedang turun, seperti saat ini negeri kita baru dilanda Covid-19. 

Hal ini jekas memberatkan pengguna BBM nonsubsidi yaitu pertamax series dan dex series (pertamina dex,dexlite). Karena keniakan yang yang cukup drastis contohnya di varian pertamax yang semula dibanderol dengan Rp9.000 sekarang menjadi Rp14.500

Pertamina menaikan harga BBM bukan karena tak ada alasan, subsisdi yang membengkak imbas dari harga minyak dunia  yang naik drastis beberapa bulan lalu imbas dari perang antara Rusia Dan Ukraina, dikarenakan Rusia adalah salah satu eksportir minyak terbesar di dunia. 

Di samping itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menyebut, masih banyak subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dan dinikmati oleh industri skala besar. 

Terkadang juga masih banyak pengguna mobil mewah yang masih menggunakan bbm subsidi, padahal belum tentu mesin mobil tersebut bisa menggunakan BBM subsidi pertalite yang memiliki oktan 90, karena beberapa  mesin bensin  yang berteknologi modern memiliki kompresi yang cukup tinggi yang membuat mesin kendaraan tersebut  dianjurkan untuk menggunakan BBM yang memiliki kadar oktan 92 atau lebih, sama halnya dengan mobil berjenis mesin diesel yang menggunakan teknologi commonrail, mesin berspesifikasi tersebut dianjurkan untuk menggunakan BBM yang memiliki kadar cetane yang lebih tinggi dan kadar sulfur yang lebih tinggi

Dan menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa  pertalite (BBM subsidi) jauh dari harga keekonomian menurut beliau, pertalite seharusnya dibanderol dengan harga Rp17.200 per liter Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga mengungkapkan hal yang sama menurut beliau, harga pertalite seharusnya dibanderol dengan harga Rp14.450 per liter hal tersebut membuat pemerintah harus memberikan subsisdi sebesar Rp4.450 per liter untuk varian pertalite

Kenaikan BBM ini menuai banyak keluhan dari masyarakat, khususnya orang yang menggunakan kendaraan pribadi untuk aktivitas sehari-hari ,pengeluaran untuk BBM meningkat drastis dan bisa sampai 2X lipat dari harga terdahulu. Terlebih lagi jika tempat tinggal jauh dari fasilitas kendaraan umum yang membuat masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mau tidak mau menggunakan kendaraan pribadi untuk menunjang aktivitas sehar-hari . 

Kenaikan BBM ini juga bisa membuat harga kebutuhan pokok meningkat, karena secara otomatis biaya angkut/ekspedisi akan meningkat. Langkah pertamina menerapkan pembelian lewat aplikasi juga dinilai kurang efektif, bisa dibuktikan dengan subsidi yang masih belum tepat sasaran

Dampak ini juga dirasakan oleh pemilik usaha SPBU , mereka merasakan penurunan penjualam yang cukup signifikan, khususnya BBM nonsubsidi yaitu pertamax series dan dex series (pertamina dex,dexlite) karena beberapa orang beralih  untuk mengisi ke SPBU milik swasta, bahkan beberapa pemilik usaha SPBU mengatakan bahwa biaya oprasional yang lebih besar daripada keuntungan dari penjualan

Kesimpulan yang bisa diambil adalah kenaikan harga BBM dampak dari fluktuasi harga minyak mentah ini tidak hanya merugikan masyarakat, namun juga merugikan pemerintah serta pemilik usaha SPBU. Dan Langkah yang diambil pertamina untuk meringankan beban subsidi dirasa belum membuahkan hasil yang signifikan, karena subsidi masih bisa dibilang belum tepat sasara 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun